A.
Ciri-ciri
Tes yang Baik
Sebuah
tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur, harus memenuhi persyaratan
tes, yaitu memiliki:
a. Validitas
b. Reliabilitas
c. Objektivitas
d. Praktikabilitas
e. Ekonomis
Keterangan
dari masing-masing ciri akan diberikan dengan lebih terperinci sebagai berikut
a.
Validitas
Sebelum
mulai dengan penjelasan perlu kiranya dipahami terlebih dahulu perbedaan arti
istilah “validitas” dengan “valid”. “validitas” merupakan sebuah kata benda,
sedangkan “valid” merupakan kata sifat. Dari pengalaman sehari-hari tidak
sedikit siswa atau gutu mengatakan: “Tes ini baik karena sudah validitas”,
jelas kalimat tersebut tidak tepat. Yang benar adalah: “Tes ini sudah baik
karena sudah valid” atau “Tes ini baik karena memiliki validitas yang tinggi”.
Sebuah data atau informasi dapat dikatakan
valid apabila sesuai dengan keadaan senyatanya. Sebagai contoh, informasi
tentang seorang bernama A menyebutkan bahwa si A pendek karena tingginya tidak
lebih dari 140 sentimeter. Data tentang A ini dikatakan valid apabila memang
sesuai dengan kenyataan, yakni bahwa A kurang dari 140 sentimeter. Contoh lain,
data B yang diperoleh dari cerita orang lain menunjukkan bahwa ia pembohong.
Bukti bahwa si B pembohong diperoleh dari kenyataan bahwa si B sering berbocara
tidak benar, tidak sesuai dengan kenyataan. Dengan demikian maka data tentang B
tersebut valid dan cerita orang tersebut benar.
Jika
data yang dihasilkan dari sebuah instrumen valid, maka dapat dikatakan bahwa
instrumen tersebut valid , karena dapat memberikan gambaran tentang data secara
benar sesuai dengan kenyataan atau keadaan sesungguhnya. Dari sedikit uraian
dan contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa:
Jika
data yang dihasilkan oleh instrumen benar dan valid, sesuai kenyataan, maka
instrumen yang digunakan tersebut juga valid.
Sebuah
tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur.
Istilah “valid”, sangat ukar dicari gantinya. Ada istilah baru yang mulai
diperkenalkan, yaitu sahih sehingga mencakup semua arti yang tersirat dalam kata
“valid”, dan kata “tepat” kadang-kadang digunakan dalam konteks yang lain, akan
tetapi tambahan kata “tepat” dalam menerangkan kata “valid” dapat memperjelas
apa yang dimaksud.
Contoh:
Untuk
mengukur besarnya partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, bukan diukur
melalui nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, tetapi dilihat melalui;
-
Kehadiran;
-
Terpusatnya perhatian pada pelajaran;
-
Ketetapan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh guru dalam arti relevan pada permasalahannya
Nilai
yang diperoleh pada waktu ulangan, bukan menggambarkan partisipasi, tetapi
menggambarkan prestasi belajar. Ada beberapa macam validitas, yaitu validitas
logis (logical validity), validitas
ramalan (predictive validity), dan
validitas kesejajaran (concurrent
validity)
a) Validitas
Logis (Logical Validity)
Istilah
“validitas logis” mengandung kata “logis” yang berasal dari kata “logika”, yang
berarti penalaran. Dengan makna demikian maka validitas logis untuk sebuah
instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi
persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang
terpenuhi karena instrumen yang bersangkutan sudah dirancang secara baik,
mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Sebagaimana pelaksanaan tugas lain
misalnyamembuat sebuah karangan, jika penulis sudah mengikuti aturan mengarang,
tentu secara logis karangannya sudah baik. Berdasarkan penjelasan tersebut maka
instrumen yang sudah disusun berdasarkan teori penyusunan instrumen , secara
logis sudah valid. Dari penjelasan tersebut kita dapat memahami bahwa validitas
logis dapat dicapai apabila instrumen disusun mengikuti ketentuan yang ada.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa validitas logis tidak perlu diuji
kondisinya tetapi langsung diperoleh sesudah instrumen tersebut selesai
disusun.
Ada dua macam validitas logis yang dapat
dicapai olej sebuah instrumen, yaitu: caliditas isi dan validitas konstrak(construct validity). Validitas isi bagi
sebuah instrumen menunjuk suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun
berdasarkan isi materi pelajaran yang dievaluasi. Selanjutnya validitas
konstrak sebuah instrumen menunjuk suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun
berdasarkan konstrak aspek-aspek kejiwaan yang seharusnnya dievaluasi
b) Validitas
Prediksi (Predictive Validity)
Memprediksi
artinya meramal, dengan meramal selalu mengenal hal yang akan datang jadi
sekarang belum terjadi. Sesebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau
validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan
terjadi pada mas ayang akan datang.
Misalnya,
tes masuk Perguruan Tinggi adalah sebuah tes yang diperkirakan mampu meramalkan
keberhasilan peserta tes dalam mengikuti kuliah. Jika nilai tesnya tinggi tentu
menjamin keberhasilannya kelak. Sebaliknya, seorang calon katakan tidak lulus
tes karena memiliki nilai tes yang rendah jadi diperkirakan akann tidak mampu
mengikuti perkuliahan yang akan datang.
Sebagai
alat pembanding validitas prediksi adlaah nilai-nilai yang diperoleh setelah
peserta tes mengikuti pelajaran di Perguruan Tinggi. Jika ternyata siapa yang
memiliki nilai tes lebih tinggi gagal dalam ujian semester I dibandingkan
dengan yang dahulu nilai tesnya rendah, maka tes masuk yang dimaksud tidak
memiliki validitas prediksi.
c) Validitas
“ada sekarang” (Concurrent Validity)
Sebuah
tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan
pengalaman. Jika ada istilah “sesuai” tentu ada dua hal yang dipasangkan. Dalam
hal ini, hasil tes dipasangkan dengna hasil pengalaman. Pengalaman selalu
mengenal hal yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah
ada (ada sekarang, concurrent)
Dalam
membandingkan hasil sebuah tes maka diperlukan suatu kriterium atau laat
banding. Maka hasil tes merupakan sesuatu yang dibandingkan.
Contoh;
Misalnya,
seorang guru ingin mengetahui apakah tes sumatif yang disusun sudah valid atau
belum. Untuk ini diperlukan sebuah kriterium masa lalu yang sekarang datanya
memiliki. Misalnya nilai ulangan harian atau ulangan sumatif yang lalu.
b.
Reliabiltas
Kata
reliabiltas dalah bahasan Indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa
Inggris, berasla dari kata reliable yang artinya dapat dipercaya. Seperti
halnya istilah validitas dan valid, kekacauan dalam penggunaan istilah
“reliabilitas” sering dikacaukan dengan istilah “reliable”. “Reliabilitas”
merupakan kata benda, sedangkan “reliable” merupakan kata sifat atau kata
keadaan.
Sorang dikatakan dapat dipercaya jika
orang tersebut selalu bicara ajeg, tidak berubah-ubah pembicaraannya dari waktu
ke waktu. Demikian pula halnya sebuah tes. Tes tersebut dikatakan dapat
dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali.
Sebuah tes dikatakan reliable apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan
ketetapan. Dengan kata lain, jika kepada para siswa diberikan tes yang sama
pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan
(ranking) yang sama dalam kelompoknya.
Walaupun tampaknya hasil tes pada
pengetesan kedua lebih baik, akan tetapu karena kenaikannya dialami semia
siswa, maka tes yang digunakan dapat dikatakan memiliki reliabilitas yang
tinggi. Kenaikan hasil tes kedua barangkali disebabkan oleh adanya “pengalaman”
yang diperoleh pada waktu mengerjakan tes pertama. Dalam keadaan seperti ini
dikatakan bajwa ada carry-over effect atau
practice-effect, yaitu adanya akbiar
yang dibawa karena siswa tekah mengalami suatu kegiatan.
Jika
dihubungkan dengan validitas maka:
-
Validitas adalah ketepatan
-
Reliabilitas adalah ketetapan
c.
Objektivitas
Dalam
pengertian sehari-hari telah dengan cepat diketahui bahwa objektif berarti
tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objektif adalah
subjektif, artinya terdapat unsur pribadi yang masuk memengaruhi. Sebuah tes
dikatakan memiliki objektifvitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada
faktor subjektif yang memengaruhi. Hal ini terutama terjadi pada sistem
skoringnya.
Apabiladikaitkan dengan reliabilitas maka
objektivitas menekankan ketetapan (concsistency)
pada sistem skoring, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil
tes. Ada 2 (dua) faktor yang memengaruhi subjektivitas dari sebuah tes. Yaitu
bentuk tes dan penilai
1)
Bentuk Tes
Tes yang berbentuk
uraian, akan memberi banyak kemungkinan kepada si penilai untuk memberikan
penilaian menurut caranya sendiri. Dengan demikian maka hasil dari seorang
siswa yang mengerjakan soal-soal dari sebuah tes, akan dapat berbeda apabila
dinilai oleh dua orang penilai. Itulah sebabnya pada waktu ini ada
kecenderungan penggunaan tes objektif di berbagai bidang. Untuk menghindari
masuknya unsur subjektivitas dari penilai, maka sistem skoringnya dapat
dilakukan dengan cara sebaik-baiknya, antara lain dengan membuat pedoman
skoring terlebih dahulu.
2)
Penilai
Subjektivitas dari
penilai akan dapat masuk secara agak leluasa terutama dalam tes bentuk uraian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi subjektivitas antara lain: kesan penilai
terhadapa siswa, tulisan, bahasa , waktu mengadakan penilaian, kelelahan, dan
sebagainya. Untuk menghindari atai mengurangi masuknya unsur subjektivitas
dalam pekerjaan penilaian, maka penilaian atau evaluasi ini harus dilaksanakan
dengan mengingat pedoman. Pedoman yang dimaksud terutama menyangkut masalah
pengadministrasian, yaitu kontinuitas dan komprehensivitas.
a) Evaluasi
harus dilakukan secara kontinu (terus-menerus). Dengan evaluasi yang
berkali-kali dilakukan maka guru akan memperoleh gambaran yang lebih jelas
tentang keadaan siswa. Tes yang diadakan secara on the spot dan hanya satu atau dua kali, tidak akan dapat
memberikan hasil yang objektif tentang
keadaan seorang siswa. Faktor kebetulan, akan sangat mengganggu hasilnya. Kalau
misalnya ada seorang anak yang sebetulnya pandai, tetapi pada waktu guru
mengadakan tes dia sedang dalam kondisi yang jelek karena semalaman merawat
ibunya yang sedang sakit, maka ada kemungkinan nilai tesnya jelek pula.
b) Evaluasi
haris dilakukan secara komprehensif (menyeluruh) yang dimaksud dengan evaluasi
yang komprehensif di sini adalah atas berbagai segi peninjauan, yaitu:
(1) Mencakup
keseluruhan materi
(2) Mencakup
berbagai aspek berpikir (pemahaman, ingatan, aplikasi, dsb)
(3) Melalui
berbagai cara yaitu tes tertulis, tes lisan, tes perbuatan, pengamatan
insidental dsb.
d.
Praktikabilitas
(practicability)
Sebuah tes dikatakan
memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tersebut bersifat praktis, mudah
pengadministrasiannya.
Tes yang praktis adalah
tes yang;
1) Mudah
dilaksanakan, misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi
kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap
mudah oleh siswa.
2) Mudah
pemeriksaannya, artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaan maupun
pedoman skoringnya. Untuk soal bentuk objektif, pemeriksaan akan lebih mudah
dilakukan jika dikerjakan oleh siswa dalam lembar jawaban.
3) Dilengkapi
dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan/diawali oleh orang
lain.
e. Ekonomis
Yang dimaksud dengan
ekonomis di sini ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan
ongkos/bi
0 komentar:
Posting Komentar