Rabu, 15 Juni 2016

PELANGGARAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Diposting oleh Unknown di 23.37 0 komentar
·       Pengertian Perlindungan konsumen 
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen. Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
 Konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Di dalam ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu  produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Oleh karena itu pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir.
 Pelaku usaha merupakan setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang  berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun  bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dengan demikian, pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah  perusahaan korporasi, BUMN, koperasi, importer, pedagang, distributor, dan sebagainya.
·       Asas dan Tujuan Perlindungan konsumen 
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan asas yang relevan dengan pembangunan nasional. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, terdapat lima asas perlindungan konsumen yaitu :
1.Asas manfaat Asas manfaat adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen yang harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan  pelaku usaha secara keseluruhan.
2.Asas keadilan Asas keadilan adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen dimana memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
 3.Asas keseimbangan Asas keseimbangan adalah upaya memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
 4.Asas keamanan dan keselamatan konsumen Asas ini bertujuan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
 5.Asas kepastian hukum Asas kepastian hukum, yakni baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaran perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum. Sementara itu, tujuan dari perlindungan konsumen adalah :
1.Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2.Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
 3.Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen;
 4.Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
 5.Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6.Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha  produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
·       Perangkat Hukum Perlindungan Konsumen 
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
·         Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
·         Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
·         Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
·         Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
·         Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
·         Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
·         Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.

·       Hak-hak konsumen :
 a.hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
 b.hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
c.hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
d.hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan e.hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa  perlindungan konsumen secara patut
f.hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
g.hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
h.hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
 i.hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

·       Kewajiban konsumen :
 a.membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau  pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan 
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
c.membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
d.mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
·       Kewajiban pelaku usaha :
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
  b.memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan  barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan  pemeliharaan
c.memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
d.menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan  berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku
 e.memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan
f.memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat  penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
g.memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.


Contoh Kasus Pelanggaran Perlindungan Konsumen

Tipu Pelanggan, 8 Restoran Sushi Didenda Rp 267 Juta
Liputan6.com, San Diego - Delapan restoran sushi mendapatkan putusan pidana penipuan karena mereka mengiklankan menu sushi berisi lobster, namun ternyata isinya bukan lobster. Jaksa Penuntut Umum (JPU) San Diego mendasarkan keputusan ini setelah peyidikan terkait kasus “kejujuran menu”.

Dikutip dari NBC pada Kamis (10/12/2015), satuan perlindungan konsumen di bawah kejaksaan, Consumer and Environmental Protection Unit, membeli sejumlah sushi gulungan dari sejumlah restoran di San Diego yang mengaku menunya berisi lobster. Para penyidik kemudian mengirimkan contoh makanan ke laboratorium untuk menjalani uji DNA dan memastikan bahwa jenis daging yang berada di dalam makanan itu berasal dari daging mahluk laut yang harganya lebih murah. Dalam kunjungan lanjutan ke pelaku usaha, penyidik dari pemkot dan California Department of Fish and Wildlife tidak menemukan adanya lobster di restoran-restoran tersebut.

“Masyarakat harus bisa mengandalkan kejujuran dalam iklan dari siapapun yang melakukan bisnis di San Diego,” kata Jaksa Jan Goldsmith melalui terbitan resmi.
“Kantor kami akan melanjutkan mendakwa bisnis yang membohongi konsumen mereka," lanjutnya.

Menurut kejaksaan kota, tiap-tiap bisnis yang telah tebukti bersalah telah mengganti menu dan iklannya untuk menunjukkan isi makanan mereka. Delapan restoran itu secara bersama membayar denda sebesar US$14.000—senilai hampir Rp 196 juta— ditambah dengan biaya penyidikan sebesar US$5.000, hampir Rp 70 juta. Pihak NBC7 berupaya menghubungi sejumlah restoran it. Satu restoran berdalih bahwa mahluk laut yang dipakainya dikenal sebagai lobster di tempat-tempat di luar AS.

Satu restoran lagi mengatakan bahwa mereka diselidiki sewaktu restorannya di bawah pemilik yang lama. Pemilik sekarang telah mengganti nama menu dan menerangkan bahwa mereka menggunakan daging mahluk laut yang bukan lobster.

Kesimpulan Pembedahan Kasus:
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa apalagi dalam bentuk pangan yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kasus diatas sangat melanggar perlindungan konsumen karna tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan yang sebenarnya, tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau tidak sesuai dengan pengiklan-an menu sushi yang berisi lobster, namun ternyata isinya bukan lobster. Layanan jujur kepada konsumen bukan hanya mematuhi peraturan, tapi itu merupakan bisnis yang baik, Jadi apabila terdapat pelaku usaha yang melanggar peraturan wajib mendapat sanksi agar mendapat efek jera sehingga tidak ada lagi pelaku usaha yang berbuat kecurangan/ melakukan pelanggaran perlindungan kosumen yang dapat membahayakan konsumen tersebut.


Sumber:

Rabu, 08 Juni 2016

HAKI (HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL)

Diposting oleh Unknown di 23.18 0 komentar
·       Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual 

Hak Kekayaan Intelektual adalah hak untuk menikmati secara ekonomi hasil suatu kreativitas intelektual. Obkjek yang diatur dalam hak kekayaan intelektual adalah karya-karya yang timbul atau lahir kerena kemampuan intelektual manusia. Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.

Sistem Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak privat (private rights). Di sinilah ciri khas hak kekayaan intelektual. Seseorang bebas mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya/ tidak. Hak ekslusif yang diberikan negara kepada individu pelaku Hak kekayaan intelektual(inventor, pencipta atau pendesain) dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karyanya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem hak kekayaan intelektual tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.

Di samping itu, sistem Hak kekayaan intelektual juga menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan munculnya teknologi atau hasil karya lain yang sama dapt dihindarkan. Dengan dukungan dokumentasi yang baik diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan secara maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut agar memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

Pengertian HAKI Menurut Para Ahli, sebagai berikut :
Menurut Ismail SalehPengertian HAKI adalah pengakuan dan penghargaan pada seseorang atau badan hukum atas penemuan atau penciptaan karya intelektual mereka dengan memberikan hak-hak khusus bagi mereka, baik yang bersifat sosial maupun ekonomis.

Pengertian HAKI menurut pendapat Bambang Kesowo, HAKI adalah hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.

Pengertian HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) menurut Adrian Sutedi adalah hak atau wewenang atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual tersebut dan hak tersebut diatur oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku. Kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, sastra, seni, karya tulis, karikatur, pengarang lagu dan seterusnya.

Hak itu sendiri dapat dibagi menjadi dua. Pertama, Hak dasar (Asasi) yang merupakan hak mutlak yang tidak dapat digangu-gugat. Contohnya : hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan keadilan dan sebagainya. Kedua, Hak amanat aturan atau perundangan yaitu hak karena diberikan atau diatur oleh masyarakat melalui peraturan atau perundangan. HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) merupakan amanat aturan, sehingga masyarakatlah yang menjadi penentu seberapa besar HAKI yang diberikan kepada individu dan kelompok.

Dari Pengertian Haki di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwaPengertian HAKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan intelektual manusia yang mempunyai manfaat ekonomi. Kosepsi mengenai HAKI didasarkan pada pemikiran bahwa karya intelektual yang telah dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan tenaga, waktu dan biaya. Adanya pengorbanan ini menjadikan karya yang telah dihasilkan memiliki nilai ekonomi karena manfaat yang dapat dinikmatinya. Berdasarkan konsep ini maka mendorong kebutuhan adanya penghargaan atas hasil karya yang telah dihasilkan berupa perlindungan hukum bagi HAKI. Tujuan pemberian perlindungan hukum itu untuk mendorong dan menumbuhkembangkan semangat berkarya dan mencipta.

·       Sifat dan Dasar Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Hukum yang mengatur HaKI bersifat teritorial, pendaftaran ataupun penegakan HaKI harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. HaKI yang dilindungi di Indonesia adalah HaKI yang sudah didaftarkan di Indonesia.
Dasar Hukum HaKI antara lain:
1) Perjanjian Internasional
a. Berne Convention 1883 – Hak Cipta
b. Paris Convention 1886 – Paten, Merek, Desain Industri
c. Perjanjian TRIPs (agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) – WTO 1994
d. Dan Konvensi lainnya yang berkaitan dengan Teknis antara lain: WCT, WPPT,  Madrid Protokol, PCT.
2)   Undang-Undang Nasional
a. UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
b. UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri
c. UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
d. UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten
e. UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek
f.  UU no. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta

·       Pentingnya Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Memperbincangkan masalah HaKI bukanlah masalah perlindungan hukum semata. HaKI juga erat dengan alih teknologi, pembangunan ekonomi, dan martabat bangsa. Secara umum disepakati bahwa Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HaKI) memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi saat ini. Dalam hasil kajian World Intellectual Property Organization (WIPO) dinyatakan pula  bahwa HaKI memperkaya kehidupan seseorang, masa depan suatu bangsa secara material, budaya, dan sosial.
Secara umum ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari sistem HaKI yang baik, yaitu meningkatkan posisi perdagangan dan investasi, mengembangkan teknologi,  mendorong perusahaan untuk bersaing secara internasional,  dapat membantu komersialisasi dari suatu invensi (temuan),  dapat mengembangkan sosial budaya, dan  dapat menjaga reputasi internasional untuk kepentingan ekspor. Oleh karena itu, pengembangan sistem HaKI nasional sebaiknya tidak hanya melalui pendekatan hukum (legal approach) tetapi juga teknologi dan bisnis (business and technological approach) dan  sistem perlindungan yang baik terhadap HaKI dapat menunjang pembangunan ekonomi masyarakat yang menerapkan sistem tersebut.


·         Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

Ø  Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Workssejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan diOctrooiraad yang berada di Belanda
Ø  Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
Ø  Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
Ø  10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
Ø  Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
Ø  Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
Ø  19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Ø  Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
Ø  Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
Ø  28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
Ø  Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakupAgreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
Ø  Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
Ø  Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Ø  Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
Ø  Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.

·         Ruang Lingkup HAKI

Secara garis besar HKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1.    Hak Cipta (Copyrights)
2.    Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup :
§  Paten (Patent)
§  Desain Industri (Industrial Design)
§  Merek (Trademark)
§  Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition)
§  Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit)
§  Rahasia dagang (Trade secret)
§  Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety Protection)
·         Pengaturan HAKI di Indonesia
Pengaturan HAKI secara pokok (dalam UU) dapat dikatakan telah lengkap dan memadai. Dikatakan lengkap, karena menjangkau ke-7 jenis HAKI yang telah disebutkan di atas. Dikatakan memadai, karena dalam kaitannya dengan kondisi dan kebutuhan nasional, dengan beberapa catatan, tingkat pengaturan tersebut secara substantif setidaknya telah memenuhi syarat minimal yang ditentukan pada Perjanjian Internasional yang pokok di bidang HAKI.
Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagi anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya beberapa konvensi internasional di bidang HAKI sebagaimana dijelaskan pada pengaturan HAKI di internasional tersebut di atas, maka Indonesia harus menyelaraskan peraturan perundang-undangan di bidang HAKI. Untuk itu, pada tahun 1997 Pemerintah merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang HAKI, dengan mengundangkan:
§  Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
§  Undang-undang No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
§  Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
Selain ketiga undang-undang tersebut di atas, undang-undang HAKI yang menyangkut ke-7 HAKI antara lain:
1) Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

2) Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten

3) Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merk

4) Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

5) Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

6) Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

7) Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman

        Dengan pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap undang-undang tentang hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga undang-undang tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya telah diundangkan:

Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR)

·       Sifat Hukum HAKI

Hukum yang mengatur HKI bersifat teritorial, pendaftaran ataupun penegakan HKI harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. HKI yang dilindungi di Indonesia adalah HKI yang sudah didaftarkan di Indonesia.

·         Persyaratan Menjadi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual

Ø  Warganegara Indonesia
Ø  Bertempat tinggal tetap di wilayah Republik Indonesia
Ø  Berijazah Sarjana S1
Ø  Menguasai Bahasa Inggris
Ø  Tidak berstatus sebagai pegawai negeri
Ø  Lulus pelatihan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual


Sumber :




 

Nita Novita Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos