A. Pengertian
Pendekatan Pengembangan Kurikulum SD
Pengembangan kurikulum (curriculum development / curriculum planning /curriculum design) adalah perencanaan
kesempatan-kesempatan belajar yang ditujukan untuk membawa siswa ke arah
perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai perubahan-perubahan itu telah
terjadi pada diri siswa.
Dalam hal ini, pengembangan
kurikulum adalah suatu proses siklus yang tidak pernah ada titik awal dan
akhirnya. Sebab, pengembangan kurikulum ini merupakan suatu proses yang
bertumpu pada unsur-unsur dalam kurikulum, yang di dalamnya meliputi tujuan
metode dan material, penilaian dan balikan (feedback).
Tujuan menggambarkan semua
pengetahuan dan pertimbangan tujuan-tujuan pembelajaran, baik berhubungan
dengan mata pelajaran maupun kurikulum secara keseluruhan. Metode dan material
menggambarkan metode-metode dan material sekolah guna mencapai tujuan-tujuan
tersebut. Penilaian, berhubungan dengan sejauh mana keberhasilan kegiatan yang
telah dikembangkan tujuan baru.
Balikan (feedback), merupakan semua pengalaman yang telah diperoleh dan pada
gilirannya menjadi titik tolak bagi langkah pengembangan. Pengembangan
kurikulum sendiri adalah kegiatan yang mengacu pada usaha untuk melaksanakan
dan mempertahankan dan menyempurnakan kurikulum yang telah ada guna memperoleh
hasil yang lebih baik lagi.
Dari kurikulum 1994, suplemen 1999,
KBK dan KTSP. Dan kurikulum yang sekarang kita pakai adalah kurikulum KTSP
(Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan) dalam KTSP, pengembangan kurikulum
dilakukan oleh Guru, Kepala Sekolah serta Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan.
B. Pendekatan
Pengembangan Kurikulum SD
Pengembangan kurikulum seyogyanya
dilaksanakan secara sistematik berdasarkan prinsip terpadu yaitu memberikan
petunjuk bahwa keseluruhan komponen harus tepat sekali dan menyambung secara
integratif, tidak terlepas-lepas, tetapi menyeluruh. Penyusunan satu komponen
harus dinilai konsistensinya dan berkaitan dengan komponen-komponen lainnya
sehingga kurikulum benar-benar terpadu secara bulat dan utuh.
Ada beberapa macam pendekatan yang
dapat digunakan dalam mengembangkan kurikulum, diantaranya adalah:
1. Pendekatan
Bidang Studi (Field of Study Approach)
Pendekatan ini menggunakan bidang
studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum misalnya
matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS, dan sebagainya seperti
yang lazim kita dapati dalam sistem pendidikan kita sekarang di semua sekolah
dan universitas.
Yang diutamakan dalam pendekatan ini
ialah penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Tipe organisasi
ini paling mudah dibandingkan dengan pendekatan lainnya oleh sebab disiplin
ilmu telah jelas batasannya dan karena itu lebih mudah mempertanggungjawabkan
apa yang diajarkan.
2. Pendekatan
Interdisipliner (Interdisciplinary Approach)
Di bawah ini akan kita bicarakan
beberapa pendekatan interdisipliner dalam pengembangan kurikulum.
a. Pendekatan
Broad-Field
Pendekatan ini berusaha
mengintregasikan beberapa disiplin atau mata pelajaran yang saling berkaitan
agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak berada dalam vakum atau kehampaan
akan tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan manusia.
Pendekatan broad field ini juga
dapat digunakan agar siswa memahami hubungan yang kompleks antara
kejadian-kejadian di dunia, misalnya antara perang vietnam dan korea dengan
kebangkitan ekonomi jepang dan lain-lain.
Pendekatan Broad-Field pada
hakekatnya adalah penyatuan beberapa mata pelajaran yang sejenis, seperti IPA
(didalamnya tergabung ada fisika, biologi dan kimia) dan IPS. Kurikulum bentuk
ini sebagai upaya penggabungan dari mata pelajaran-mata pelajaran yang
terpisah-pisah dengan maksud untuk mengurangi kekurangan yang terdapat dalam
bentuk mata pelajaran. Korelasi kurikulum merupakan penggabungan dari mata
pelajaran yang sejenis secara insidental.
Dari bahan kurikulum yang
terlepas-lepas diupayakan disatukan dengan bahan kurikulum atau mata pelajaran
yang sejenis sehingga dapat memperkaya wawasan siswa dari berbagai disiplin
ilmu. Tetapi kenyataan di lapangan atau di sekolah terbukti bahwa guru-guru
masih berpegang pada latar belakang pendidikannya. Seumpamanya seorang guru
sejarah mengajarkan bidang studi IPS, tetapi dalam pelaksanaannya masih
mengutamakan pelajaran sejarahnya daripada substansi IPS itu sendiri.
Demikian pula dalam penilaiannya
cenderung akan banyak mengukur atau menilai substansi sejarahnya daripada substansi
IPSnya. Salah satu penyebabnya karena guru yang bersangkutan belum memahami
prinsip-prinsip pola penggabungan mata pelajaran tersebut.
Bahan pelajaran dalam kurikulum ini
memungkinkan substansi pelajarannya memiliki pengertian-pengertian yang lebih
mendalam dibanding dengan mata pelajaran yang terpisah-pisah. Dalam korelasi
kurikulum masih memungkinkan guru akan lebih banyak memberikan substansi
prinsip-prinsip dan generalisasi, sehingga guru dapat menyampaikan materi atau
membimbing siswa untuk mempelajari bahan pelajaran secara utuh (dalam lingkup bord
field) dan dapat meningkatkan daya tarik siswa terhadap pelajaran tersebut.
b. Pendekatan Kurikulum Inti (core
curriculum)
Kurikulum ini banyak persamaannya
dengan broad-field, karena juga menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Kurikulum
diberikan berdasarkan suatu masalah sosial atau personal. Untuk memecahkan
masalah itu digunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan
masalah itu.
Kurikulum ini selalu menggunakan
bahan-bahan dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu guna menjawab atau
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi atau yang dipelajari siswa. Tidak
menutup kemungkinan bahwa aspek lingkungan pun menjadi bahan yang harus
dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum ini. Seperti telah dikemukakan di
atas, bahwa core curriculum adalah bagian dari kurikulum terintegrasi
atau kurikulum terpadu, sehingga program pembelajaran untuk kurikulum ini harus
dikembangkan secara bersama-sama antara guru dengan siswa. Dalam prosesnya,
kurikulum terpadu perlu didukung oleh kemampuan guru dalam mengelola waktu dan
kegiatan sehingga aktivitas dan substansi materi yang dipelajari siswa menjadi
lebih efektif, efisien dan bermakna.
c. Pendekatan
Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah inti (core) juga digunakan
dalam kurikulum perguruan tinggi. Dengan “core” dimaksud pengetahuan inti/pokok
yang diambil dari semua disiplin ilmu yang esensial mengenai kebudayaan dan
ilmu pengetahuan yang dianggap layak dimiliki oleh tiap orang terdidik dan
terpelajar.
d. Pendekatan Kurikulum Fusi
Kurikullum ini men-fusi-kan atau
menyatukan dua atau lebih disiplin tradisional menjadi studi baru misalnya :
geografi + botani + arkeologi menjadi earth sciences.
3. Pendekatan
Rekonstruksionisme (Reconstructionist Approach)
Rekonstruksionisme berasal dari
bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks
filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha
merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
bercorak modern.
Rekonstruksionisme merupakan
kelanjutan dari gerakan progresivisme, gerakan ini lahir didasari atas suatu
anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan
masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
Rekonstruksionisme di pelopori
oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin
membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil tokoh-tokoh aliran
rekonstruksionisme yaitu Caroline pratt,
George count, dan Harold rugg.
Progresivisme yang
dilandasi pemikiran Dewey
dikembangkan oleh Kilpatrick dan Jhon Child, juga mendorong pendidikan
agar lebih sadar terhadap tanggung jawab sosial. Namun mereka tidak sepakat
dengan Count dan Rugg bahwa sekolah harus melakukan perbaikan
masyarakat yang spesifik. Kaum progresif lebih suka menekankan tujuan umum
pertumbuhan masyarakat melalui pendidikan. Aliran ini berpendapat bahwa sekolah
harus mendominasi atau mengarahkan perubahan (rekonstruksi) pada tatanan sosial
saat ini.
Usaha rekonstruksionisme sosial yang diupayakan Brammeld didasarkan atas suatu asumsi bahwa kita telah beralih dari
masyarakat agraris pedesaan ke masyarakat urban yang berteknologi tinggi namun
masih terdapat suatu kelambatan budaya yang serius yaitu dalam kemampuan
manusia menyesuaikan diri terhadap masyarakat teknologi. Hal tersebut sesuai
dengan pandangan Count bahwa apa
yang diperlukan pada masyarakat yang memiliki perkembangan teknologi yang cepat
adalah rekonstruksi masyarakat dan pembentukan serta perubahan tata dunia baru.
Teori pendidikan rekonstruksionisme
yang dikemukakan oleh Brameld
terdiri dari enam tesis, yaitu :
1.
Pendidikan
harus dilaksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial
baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita dan selaras dengan yang
mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial modern. Pendidikan harus
menyeponsori perubahan yang benar dalam nurani manusia. Oleh karena itu,
kekuatan teknologi yang sangat kuat harus dimanfaatkan untuk membangun umat
manusia, bukan untuk menghancurkannya. Masyarakat harus diubah bukan melalui
tindakan positif, melainkan dengan cara mendasar.
2.
Masyarakat
baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, yaitu sumber dan lembaga
utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri. Semua yang mempengaruhi
harapan dan hajat masyarakat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan,
industri dan sebagainya. Semua akan menjadi tanggung jawab rakyat melalui wakil-wakil
yang dipilih. Masyarakat ideal adalah masyarakat yang demokrasi. Struktur,
tujuan dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan tata aturan baru harus
diakui merupakan bagian dari pendapat masyarakat.
3.
Anak,
sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan
sosial. Menurut rekonstruksionisme hidup beradab adalah hidup berkelompok
sehingga kelompok akan memainkan peran yang penting di sekolah.
4.
Guru harus
meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana yaitu
dengan memperhatikan prosedur yang demokratis. Guru harus mengadakan pengujian
secara terbuka terhadap fakta-fakta.
5.
Cara dan
tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan
kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk
menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial. Yang penting dari sains sosial
adalah mendorong kita untuk menemukan nilai-nilai, yaitu manusia yang percaya
atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
6. Kita harus
meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang pakai,
struktur administrasi, dan bagaimana guru dilatih. Semua itu harus di bangun
kembali bersesuaian dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia secara
rasional dan ilmiah. Kita harus menyusun kurikulum dimana pokok-pokok dan
bagiannya dihubungkan secara integral, tidak disajikan sebagai suatu sekuensi
komponen pengetahuan.
a. Macam-macam
Pendekatan Rekonstruksionisme
Pendekatan ini juga disebut rekonstruksi
sosial karena memfokus kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi
dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, dan lain-lain. Dalam
gerakan rekonstruksionisme terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda
pandangan tentang kurikulum, yakni :
1. Rekonstruksionisme
Konservatif
Aliran ini menginginkan agar
pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun
masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak
yang dihadapi masyarakat, masalah-masalah dapat bersifat lokal dan bersifat
daerah nasional, regional dan internasional bagi pelajar SD sampai dengan
Perguruan Tinggi. Peranan guru sebagai orang yang menganjurkan perubahan (agent of change) mendorong siswa menjadi
partisipan aktif dalam proses perbaikan masyarakat. Pendekatan kurikulum ini
konsisten dengan Falsafah Pragmatisme.
2. Rekonstruksionisme
Radikal
Pendekatan ini berpendapat bahwa
banyak Negara mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat kecil, yang miskin
yang merupakan mayoritas masyarakat. Elite yang berkuasa mengadakan tekanan
terhadap massa yang tak berdaya melalui sistem pendidikan yang diatur demi
tujuan itu.
Golongan radikal ini menganjurkan
agar pendidikan formal maupun pendidikan nonformal mengabdikan diri demi
tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang
lebih adil dan merata. Mereka berpendapat bahwa sekolah yang dikembangkan
negara bersifat opresif dan tidak humanistik serta digunakan sebagai alat
golongan elit untuk mempertahankan status quo.
Untuk pendirian yang saling
bertentangan ini, baik yang konservatif maupun yang radikal mempunyai unsur
kesamaan. Mereka berasumsi bahwa masalah-masalah sosial adalah hasil ciptaan
manusia dan karena itu dapat diatasi oleh manusia. Sebaliknya golongan radikal
ingin merombak tata sosial yang ada dan menciptakan tata sosial yang baru sama
sekali untuk memperbaiki sistem lebih efisien.
b. Teori
Pendidikan Rekonstruksionisme
a.
Tujuan
Pendidikan
1.
Sekolah-sekolah
rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan
sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
2.
Tugas
sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengem-bangkan ”sarjana-sarjana”
sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah
masyarakat masa kini.
3. Tujuan
pendidikan rekonstruksionis adalah membangkit-kan kesadaran para peserta didik
tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam
skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang
diperlukan untuk meng-atasi masalah tersebut.
b. Metode pendidikan
Analisis kritis terhadap
kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk
perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis
kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
c. Kurikulum
Kurikulum berisi mata pelajaran-mata
pelajaran yang ber-orientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan.
Kurikulum banyak berisi
masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia, yang
termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri; dan
program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif.
Struktur organisasi kurikulum
terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah
sebagai metode pemecahan masalah.
d. Pelajar
Siswa adalah generasi muda yang
sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan, dan perlu
berlatih keras untuk menjadi sarjana-sarjana sosial yang diperlukan untuk
membangun masyarakat masa depan.
e. Pengajar/Tenaga
Pendidik
Guru harus membuat para peserta
didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, mambatu mereka
merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk
memecahkannya.
Guru harus terampil dalam membantu
peserta didik menghadapi kontroversi dan perubahan. Guru harus menumbuhkan cara
berpikir yang berbeda-beda sebagai suatu cara untuk menciptakan
alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.
Menurut Brameld
(kneller,1971) teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
a.
Pendidikan
harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial
baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang
mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
b.
Masyarakat
baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan lembaga
utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.
c.
Anak,
sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan
sosial.
d.
Guru harus
menyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana
memperhatikan prosedur yang demokratis
e.
Cara dan
tujuan pendidikan harus diubah kembali secara keseluruhan dengan tujuan untuk
menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini,
dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yang mendorong kita untuk
menemukan nilai-nilai manusia yang percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu
bersifat universal.
f.
Meninjau
kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur
administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.
4. Pendekatan
Humanistik (Humanistic approach)
Pendekatan pembelajaran humanistik
memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukan arah
hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas
hidup orang lain. Pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam pembelajaran yang
humanistik adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan
dialogis mengajak peserta didik untuk berpikir bersama secara kritis dan
kreatif. Pendidik tidak bertindak sebagai guru melainkan fasilitator dan partner
dialog; pendekatan reflektif mengajak peserta didik untuk berdialog dengan
dirinya sendiri; sedangkan pendekatan ekspresif mengajak peserta didik untuk
mengekspresikan diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktualisasi diri).
Dengan demikian pendidik tidak mengambil alih tangung jawab, melainkan sekedar
membantu dan mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri,
penentuan sikap dan pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya.
Pendidikan yang humanistik
menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana
menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi dan antar
pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. Relasi ini berkembang dengan
pesat dan menghasilkan buah-buah pendidikan jika dilandasi oleh cinta kasih
antar mereka. Pribadi-pribadi hanya berkembang secara optimal dan relatif tanpa
hambatan jika berada dalam suasana yang penuh cinta (unconditional love), hati yang penuh pengertian (understanding heart) serta relasi
pribadi yang efektif (personal
relationship). Dalam mendidik seseorang kita hendaknya mampu menerima diri
sebagaimana adanya dan kemudian mengungkapkannya secara jujur (modeling). Mendidik tidak sekedar
menransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada para peserta didik,
namun merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuhkembangkan dirinya
secara optimal.
Mendidik yang efektif pada dasarnya
merupakan kemampuan seseorang menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga
pendidik memiliki relasi bermakna antara pendidikan dengan para peserta didik
sehingga mereka mampu menumbuh kembangkan dirinya menjadi pribadi dewasa dan
matang. Pendidikan yang efektif adalah yang berpusat pada siswa atau pendidikan
bagi siswa. Dasar pendidikannya adalah apa yang men- “dunia”, minat, dan
kebutuhan-kebutuhan peserta didik. Pendidik membantu peserta didik untuk
menemukan, mengembangkan dan mencoba mempraktikkan kemampuan-kemampuan yang
mereka miliki (the learners-centered
teaching). Ciri utama pendidikan yang berpusat pada siswa adalah bahwa
pendidik menghormati, menghargai dan menerima siswa sebagaimana adanya.
Komunikasi dan relasi yang efektif sangat diperlukan dalam model pendidikan
yang berpusat pada siswa, sebab hanya dalam suasana relasi dan komunikasi yang
efektif, peserta didik akan dapat mengeksplorasi dirinya, mengembangkan dirinya
dan kemudian mem- “fungsi” -kan dirinya di dalam masyarakat secara optimal.
Tujuan sejati dari pendidikan
seharusnya adalah pertumbuhan dan perkembangan diri peserta didik secara utuh
sehingga mereka menjadi pribadi dewasa yang matang dan mapan, mampu menghadapi
berbagai masalah dan konflik dalam kehidupan sehari-hari. Agar tujuan ini dapat
tercapai maka diperlukan sistem pembelajaran dan pendidikan yang humanistik
serta mengembangkan cara berpikir aktif-positif dan keterampilan yang memadai (income generating skills). Pendidikan
dan pembelajaran yang bersifat aktif-positif dan berdasarkan pada minat dan
kebutuhan siswa sangat penting untuk memperoleh kemajuan baik dalam bidang
intelektual, emosi/perasaan (EQ), affeksi maupun keterampilan yang berguna
untuk hidup praktis. Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah memanusiakan
manusia muda (N. Driyarkara).
Pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang
menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi (semakin “penuh” sebagai
manusia), berguna dan berpengaruh di dalam masyarakatnya, yang bertanggungjawab
dan bersifat proaktif dan kooperatif. Masyarakat membutuhkan pribadi-pribadi
yang handal dalam bidang akademis, keterampilan atau keahlian dan sekaligus
memiliki watak atau keutamaan yang luhur. Singkatnya pribadi yang cerdas,
berkeahlian, namun tetap humanis.
Pendekatan humanistik dalam
kurikulum didasarkan atas asumsi-asumsi yang berikut:
·
Siswa akan
lebih giat lagi belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya.
·
Siswa yang
diturutsertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran akan merasa
bertanggung jawab atas keberhasilannya.
·
Hasil
belajar akan meningkatkan dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa saling
mempercayai, saling membantu dan bebas dari ketegangan yang berlebihan.
·
Guru yang
berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggung jawab kepada siswa atas
kegiatan belajarnya.
5. Pendekatan
"Accountability" (The "Accountability" Approach)
Accountability atau
pertanggungjawaban lembaga pendidik-an tentang pelaksanaan tugasnya kepada
masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia
pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah
mendesak pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka.
Accountability yang
sistimatis yang pertama kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini.
Pendekatannya, yang kelak dikenal sebagai “scientific
management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang
harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu.
6. Pendekatan
Pembangunan Nasional (National Development Approach)
Pendekatan ini mengandung tiga unsur :
1.
Pendidikan
kewarganegaraan
Dalam masyarakat demokratis, warganegara dapat
dimasukkan dalam tiga kategori:
· Warganegara
yang apatis
· Warganegara
yang pasif
· Warganegara
yang aktif
2.
Pendidikan
sebagai alat pembangunan nasional
Tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga
kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Para pengembang
kurikulum bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan
yang akan diduduki.
3.
Pendidikan
keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari
Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari-
hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya bercorak
keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yaitu:
·
Keterampilan
untuk mencari nafkah dalam rangka sistim ekonomi suatu negara.
·
Keterampilan
untuk mengembangkan masyarakat.
·
Keterampilan
untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.
·
Keterampilan
sebagai warganegara yang baik
C.
Model-Model Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum ada
beberapa model yang dapat digunakan. Tiap model memiliki kekhasan tertentu baik
dilihat dari keluasan pengembangan kurikulumnya itu sendiri maupun dilihat dari
tahapan pendekatannya maupun pengembangannya :
a. Model Tyler
Pengembangan kurikulum model Tyler
yang dapat ditemukan dalam buka classis yang sampai sekarang banyak dijadikan
rujukan pada proses pengembangan kurikulum. Dalam model ini, ada 4 hal yang
dianggap fundamental untuk mengembangkan kurikulum :
1. Menentukan tujuan
2. Menentukan pengalaman belajar
3. Mengorganisasi pengalaman belajar
4. Evaluasi
b. Model Taba
Berbeda dengan model yang
dikembangkan Tyler, model taba lebih menitikberatkan pada bagaimana
mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan. Oleh
karena itu dalam model ini dikembangkan tahap-tahap yang harus dilakukan oleh
para pengembang kurikulum.
Ada 5
langkah pengembangan kurikulum model Taba:
1. Menghasilkan unit-unit percobaan
2. Menguji coba unit eksperimen untuk
menentukan validitas dan kelayakan penggunaannya
3. Merivisi dan mengonsolidasi unit
eksperimen
4. Mengembangkan keseluruhan rangka
kurikulum
5. Mengimplementasi kurikulum yang
telah teruji
c. Model Oliva
Menurut olive suatu model kurikulum
harus bersifat simpel, komprensif, dan sistematik. Menurut olive model yang
dikembangkan ini dapat digunakan dalam beberapa dimensi. Yang pertama untuk
menyempurnakan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khsus misalkan
penyempurnaan kurikulum bidang studi tertentu disekolah, baik dalam tataran
perencanaan kurikulum maupun dalam proses pembelajarannya. Kedua, model ini
juga dapat digunakan untuk membuat keputusan dalam merancang program kurikulum.
Ketiga model ini dapat digunakan dalam program pembelajaran secara khusus.
d. Model
Beauchamp
Model ini dinamakan system
Beauchamp, karena memang diciptakan dan dikembangkan oleh Bauchamp seorang ahli
kurikulum. Beauchamp mengemukakan ada lima langkah dalam proses pengembangan
kurikulum.
·
Menetapkan
wilayah atau arena yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum. Wilayah itu
bias terjadi pada hanya satu sekolah, satu kecamatan, kabupaten, atau mungkin
tingkat provinsi dan tingkat nasional.
·
Menetapkan
orang-orang yang akan terlibat dalam proses pngembangan kurikulum. Ia
menyarankan untuk melibatkan seluas-luasnya para tokoh di masyarakat. Baik itu
para ahli/ spesialis kurikulum, para ahli pendidikan serta para professional dalam
bidang lain.
·
Menetapkan
prosedur yang akan ditempuh, yaitu dalam hal merumuskan tujuan umum dan tujuan
khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta menetapkan evaluasi.
Keseluruhan prosedur itu selanjutnya dapat dibagi dalam lima langkah:
1) Membentuk
tim pengembang kurikulum
2) Melakukan
penilaian terhadap kurikulum yang sedang berjalan
3) Melakukan
studi atau penjajakan tentang penentuan kurikulum baru
4) Merumuskan
kriteria dan alternative pengembang kurikulum
5) Menyusun dan
menulis kurikulum yang dikehendaki
·
Implementasi
kurikulum. Pada tahap ini perlu dipersiapkan secara matang berbagai hal yang
dapat berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas
penggunaan kurikulum.
·
Melaksanakan
evaluasi kurikulum yang menyangkut:
1) Evaluasi
terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di sekolah
2) Evaluasi
terhadap desain kurikulum
3) Evaluasi
keberhasilan amak didik
4) Evaluasi
system kurikulum
e. Model
Wheeler
Menurut Wheller, pengembangan kurikulum
merupakan suatu proses ynag membentuk lingkaran yang terjadi secara terus
menerus. Dimana ada lima fase (tahap). Setiap tahap merupakan pekerjaan yang
berlangsung secara sistematis atau berturut. Artinya, kita tidak mungkin dapat
menyelesaikan tahapan kedua manakala tahapan pertama belum terselesaikan. Namun
demikian, manakala setiap tahap sudah selesai dikerjakan, kita akan kembali
pada tahap awal. Deikian proses pengembangan sebuah kurikulum berlangsung tanpa
ujung.
Wheller
berpendapat, pengembangan kurikulum terdiri atas lima tahap, yakni:
1. Menentukan tujuan umum dan tujuan
khusus.
2. Menentukan pengalaman belajar yang
mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam
langkah pertama.
3. Menentukan isi atau materi
pembelajaran sesuai dengan pengelaman belajar
4. Mengorganisasi atau menyatukan
pengalaman belajar dengan isi atau materi belajar
5. Melakukan evaluasi setiap fase
pengembangan dan pencapaian tujuan
f. Model Nicholls
Dalam bukunya Developing a
Curriculum: a Practical Guide (1978), Howard Nicholls menjelaskan bahwa
pendekatan pengembangan kurikulum terdiri atas elemen-elemen kurikulum yang
membentuk siklus.
Model pengembangan kurikulum
Nicholls menggunakan pendekatan siklus seperti model Wheeler. Model Nicholls
digunakan apabila ingin menyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh
terjadinya perubahan situasi.Ada lima langkah pengembangan kurikulum menurut
Nicholls, yaitu:
1. Analisis sesuatu
2. Menentukan tujuan khusus
3. Menentukan dan mengorganisasi isi
pelajaran
4. Menentukan dan mengorganisasi metode
5. Evaluasi
g. Model
Dynamic Skilbeck
Menurut Skilbeck, model pengembangan
kurikulum yang ia namakan model Dynamic,b adalah model pngembangan kurikulum
pada level sekolah (School Nased Curriculum Development) Skilbeck menjelaskan
model ini diperuntukkan untuk setiap guru yang ingin mengembangkan kurikulum
yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Agar proses pengembangan berjalan dengan
baik, maka setiap pengembang termasuk guru perlu memahami lima elemen pokok
yang dimulai dari mennganalisis situasi sampai pada melakukan penilaian.
Skilbeck menganjurkan model pengembangan kurikulum yang ia susun dapat
dijadikan alternative dalam pengembangan kurikulum tingkat sekolah. Menurut
Skilbeck langkah-langakah pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis sesuatu
2. Memformulasikan tujuan
3. Menyususn program
4. Interpretasi dan implementasi
5. Monitoring, feedback, penilaian, dan
rekonstruks
Sumber:
Nasution.
2006. Kurikulum dan Pengajaran.
Jakarta ; PT. Bumi Aksara
Hamalik,
Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Sukmadinata,
Nana Syaodih. 2005. Pengembangan Kurikulum
teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Yulaelawati,
Ella. 2004. Kurikulum dan pembelajaran
Filosofi Teori dan Prakrtek. Bandung
: Pakar Raya
0 komentar:
Posting Komentar