Senin, 16 Januari 2017

Pengungkapan Sosial, Pengungkapan Lingkungan, Manajemen Laba, Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Asimetri Informasi bagi Investor

Diposting oleh Unknown di 08.27


2.1.1 Teori Keagenan
Teori agensi berasumsi bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil dari keuangan yang bertambah atau investasi mereka. Salah satu hipotesis dalam teori ini adalah bahwa manajemen dalam mengelolah perusahaan cenderung  mementingkan kepentingan pribadi daripada meningkatkan nilai perusahaannya, maka terjadilah konflik kepentingan. Contoh nyata yang terjadi dalam kegiatan perusahaan karena disebabkan pihak agensi memiliki informasi keuangan yang baik daripada pihak prinsipal, sedangkan pihak prinsipal diperbolehkan memanfaatkan kepentingan pribadi karena memiliki keunggulan kekuasaan. Adanya perbedaan kepentingan membuat masing-masing pihak berusaha memperbaiki dan mendapatkan keuntungan yang sebsar-besarnya bagi diri sendiri. Principal menginginkan pengembalian yang besar dan secepatnya atas investasi salah satu telah dicerminkan dengan kenaikan porsi deviden dari tiap saham yang dimiliki.
Konsep corporate governance didasarkan pada teori keagenan. Pandangan teori keagenan dimana terdapat pemisahan antara pihak agen dan prinsipal yang mengakibatkan muncul potensi konflik dalam mempengaruhi kualitas laba yang akan dilaporkan. Pihak manajemen yang mempunyai kepentingan tertentu akan cenderung menyusun laporan laba yang sesuai dengan tujuannya dan bukan untuk kepentingan prinsipal. Dalam kondisi ini diperlukan suatu pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak (Boediono, 2005). Mekanisme corporate governance memiliki kemampuan dengan berkaitan untuk menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki kandungan informasi laba.
             

2.1.2 Signaling Theory                                                                                                  
Signaling theory tidak dapat dipisahkan dengan asimetri informasi. Dalam kerangka asimetri informasi yang terjadi antara agen dan principal telah mengungkapkan bahwa tanda dari perusahaan merupakan hal yang harus diperhatikan agar perusahaan berhasil mempertahankan dan memperoleh sumber daya ekonomi (Ross 1973). Secara politis, perusahaan berupaya memberikan informasi sebaik mungkin untuk memdapatkan tanggapan positif dari pemegang otoritas pemerintahan bahwa perusahaan telah memindahkan asset mereka melalui retribusi, mekanisme pajak dan social responsibility lainnya. Menurut hipotesis signaling, hal tersebut dapat memotivasi manajer untuk melakukan corporate disclosure (Watt dan Zimmerman 1986). Perusahaan termotivasi untuk memberikan sinyal positif kepada semua pihak untuk meningkatkan harga saham maupun kredibilitas (Wild et al. 2003). Bahkan Wild et al. (2003) lebih dahulu mengemukakan kecenderungan atas motivasi manajer dalam melakukan voluntary disclosure, adalah dalam mengatur berbagai harapan, baik dari investor maupun pemerintah.

2.1.3 Teori Stakeholder
Menurut Freeman (1998) yang dikutip dari Riyadi (2008), Stakeholder adalah kelompok atau individu yang mendapatkan keuntungan dari kerugian yang hak-haknya dilanggar atau dihargai oleh tindakan korporasi.Yang termasuk stakeholder adalah para pemegang saham itu sendiri, para kreditor, pekerja atau buruh, pelanggan, pemasok, dan masyarakat pada umumnya. Teori Stakeholder menekankan bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial yang dituntut harus mempertimbangkan semua kepentingan dengan berbagai macam pihak yang terkena pengaruh dari tindakannya. Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Gray (1994:53) mengatakan bahwa Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerful, makin besar usaha perusahaan beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholdernya. Maka pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholder nya. Menurut Wheeler dan Sillanpa’a’ (1997), stakeholder dibagi menjadi dua, yaitu: (1) primary stakeholder dan (2) secondary stakeholder. Primary stakeholder merupakan pihak yang memiliki hak penguasaan langsung dari barang - barang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan perusahaannya. Sedangkan secondary stakeholder merupakan pihak yang tidak langsung menyediakan barang - barang yang dibutuhkan perusahaan, akan tetapi mempunyai pengaruh yang bermanfaat dibandingkan pihak - pihak yang berkepentingan (Pratama, 2013). Sebagai contoh nyata adalah pemerintah sebagai primary stakeholder sedangkan masyarakat sebagai secondary stakeholder.

2.1.4 Pengungkapan Lingkungan
Darrough (1993) dalam Binsar H. Simanjuntak dan Lusi Widiastuti (2004) mengemukakan ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standar, yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Sedangkan pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajeman perusahaan untuk memberi informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan untuk keputusan oleh para pemakai laporan keuangan tersebut. Menurut peraturan mengenai laporan keuangan yang ada di Indonesia hal semacam ini dimungkinkan. Salah satu contoh dari pengungkapan sukarela adalah pengungkapan lingkungan.
Informasi yang terdapat pada pengungkapan lingkungan yaitu seperti diskusi regulasi dan persyaratan dampak lingkungan, kebijakan lingkungan atau kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, konservasi sumber daya alam, penghargaan atas kepedulian terhadap lingkungan, usaha melakukan daur ulang, pengeluaran yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan penanganan lingkungan, aspek hukum atas kasus berkaitan dengan dampak lingkungan yang disebabkan perusahaan (Wiseman, 1982). Walaupun pengungkapan lingkungan di dalam laporan tahunan masih bersifat voluntary atau sukarela, pada saat ini pelaporan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia telah menjadi kewajiban bagi perseroan terbatas untuk mengungkapkannya. Berdasarkan deskripsi diatas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak dapat lepas dari adanya konflik sosial yang timbul, maka saat ini banyak terdapat perusahaan yang semakin menerapkan dan memperhatikan Corporate Social Responsibility (CSR) yang termasuk di dalamnya ialah environmental disclosure (pengungkapan lingkungan).
2.1.5 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Menurut Zadex, 1998; dalam Sulistyowati, 2004, tujuan perusahaan mengungkapkan tanggung jawab sosial adalah:
1.      Untuk memahami apakah perusahaan telah mencoba mencapai kinerja sosial terbaik sesuai dengan yang diharapkan.
2.      Untuk mengetahui apa yang dilakukan perusahaan dalam meningkatkan kinerja sosial.
3.      Untuk memahami implikasi dari apa yang dilakukan perusahaan tersebut.
4.      Untuk memahami apakah praktik yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kinerja tidak merugikan kinerja bisnisnya.

Sedangkan menurut Gray, Owen, dan Maunders (1988) dalam Sulistyowati (2004), tujuan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan adalah:
1.      Untuk meningkatkan image perusahaan.
2.      Untuk meningkatkan akuntabilitas suatu organisasi, dengan asumsi bahwa terdapat kontrak sosial antara organisasi dengan masyarakat.
3.      Untuk memberikan informasi kepada investor.



2.1.6 Good Corporate Governance

            Istilah Corporate Governance itu sendiri untuk pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Menurut Komite Cadbury, Good Corporate Governance adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggung - jawabannya kepada para pemegang saham khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui sepervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap shareholders dan pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Gunarsih, 2003). Untuk meningkatkan akuntabilitas, antara lain diperlukan auditor, komite audit, serta remunerasi eksekutif. GCG memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif sehingga tercipta mekanismechecks and balances di perusahaan. Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip - prinsip dasar GCG telah semakin menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi. Terutama hubungan antara praktik corporate governance dengan karakter investasi internasional. Karakter investasi ini ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui ‘pool of investors’ di seluruh dunia.

2.1.7 Manajemen Laba
            Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan adanya manajemen yang baik maka akan memudahkan terwujudnya tujuan dari suatu perusahaan. Dengan manajemen pula daya guna dan hasil guna unsur - unsur manajemen dapat ditingkatkan. Adapun unsur - unsur manajemen itu terdiri dari: man, money, method, machines, materials, dan markets, yang biasa disingkat dengan 6 M. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.
Menurut akuntansi yang dimaksud dengan laba adalah Perbedaan antara pendapatan (revenue) dengan yang direalisasi yang timbul dari transaksi pada periode tertentu dihadapkan dengan beban yang dikeluarkan pada periode tertentu tersebut. Pengertian laba menurut Soemarso (2002 : 277), yaitu merupakan selisih lebih antara pendapatan dan pengeluaran, atau suatu kelebihan pendapatan yang diterima oleh perusahaan sesudah dikurangi pengormanan yang dikeluarkan, yang merupakan kenaikkan bersih atas modal yang berasal dari kegiatan usaha.
Manajemen laba (earnings management) merupakan tindakan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan untuk mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan. Tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan pihak tertentu, walaupun dalam jangka panjang (laba kumulatif) tidak terdapat perbedaan laba yang dapat diidentifikasi sebagai suatu keuntungan (Fischer dan Rosenzweig, 1995, dalam Agnina, 2004). Hal ini berarti bahwa manajemen laba mencangkup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajemen. Lalu berdasarkan definisi maka kesimpulan mengenai manajemen laba adalah usaha yang dilakukan manajemen dalam penyajian laporan keuangan untuk mengubah angka akuntansi perusahaan dengan menaikkan atau menurunkan laba perusahaan, baik untuk kepentingan individu maupun perusahaan

2.1.8    Ukuran Perusahaan
            Variabel yang paling banyak digunakan untuk menjelaskan pengungkapan tanggung jawab sosial adalah ukuran perusahaan itu sendiri. Ukuran perusahaan (firm size) digunakan sebagai variabel independen terakhir yang mempengaruhi dividen. Perusahaan yang memiliki ukuran besar akan lebih mudah memasuki pasar modal sehingga dengan kesempatan ini perusahaan membayar dividen besar kepada pemegang saham. (Chang dan Reel 990) tujuan pembayaran dividen besar ini untuk menjaga reputasi perusahaan dimata investor potensial maupun aktual. Sebaliknya pada perusahaan memiliki aset rendah akan membagi dividen yang rendah. Logika ini dikarenakan profit dialokasikan pada laba ditahan yang digunakan untuk menambah aset. Berdasarkan alasan ini perusahaan cenderung membayar dividen yang rendah. Proksi ukuran perusahaan dapat menggunakan natural log total asset (Chrutchley dan Hansen 1989)

2.1.9 Asimetri Informasi
Menurut Martono dan Agus (2008) dalam Faramita (2011) asimetri informasi, yaitu kondisi dimana salah satu pihak dari suatu transaksi memiliki informasi lebih banyak atau lebih baik dibanding pihak lainnya. Najahningrum (2013) menyatakan bahwa apabila terjadi kesenjangan informasi antara pihak pengguna dan pihak pengelola, maka akan membuka peluang bagi pihak pengelola dana untuk melakukan kecurangan. Demikian pula, bila terjadi asimetri informasi, agen bisa membuat bias atau memanipulasi laporan keuangan sehingga dapat memperbaiki kompensasi dan reputasinya, serta rasiorasio keuangan.  Selain faktor asimetri informasi, faktor lain yang dapat memicu terjadinya kecurangan adalah implementasi good governance. Forum For Corporate Governance In Indonesia (FCGI)  mendefinisikan Good Governance sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak – hak dan kewajiban mereka, atau dapat dikatakan sebagai suatu sitem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (Ratnayani, 2014).
Hal ini dapat terjadi karena adanya pemisahan kepimilikan dan pengendalian terhadap perusahaan. Pemilik dan kreditor tidak mungkin dapat secara langsung mengamati berjalannya transaksi perusahaan. Kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar

0 komentar:

Posting Komentar

 

Nita Novita Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos