BAB V
Kemiskinan dan Kesenjangan
1. Konsep dan Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan
dapat dilihat dari dua sisi yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif adalah konsep kemiskinan yang mengacu
pada kepemilikan materi dikaitkan dengan standar kelayakan hidup seseorang atau
kekeluarga. Kedua istilah itu menunjuk pada perbedaan sosial (social
distinction) yang ada dalam masyarakat berangkat dari distribusi pendapatan.
Perbedaannya adalah bahwa pada kemiskinan absolut ukurannya sudah terlebih
dahulu ditentukan dengan angka-angka nyata (garis kemiskinan) dan atau
indikator atau kriteria yang digunakan, sementara pada kemiskinan relatif
kategori kemiskinan ditentukan berdasarkan perbandingan relatif tingkat
kesejahteraan antar penduduk.
`Sebagai
suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau sekelompok
orang hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia
disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sementara sebagai suatu proses,
kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang
atau sekelompok orang, sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan
yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Secara umum, istilah miskin atau
kemiskinan dapat dengan mudah kita artikan sebagai suatu kondisi yang kurang
atau minim. Dalam hal ini konsep kurang maupun minim dilihat secara komparatif
antara kondisi nyata kehidupan pribadi atau sekelompok orang di satu pihak
dengan kebutuhan pribadi atau sekelompok orang di lain pihak. Pengertian minim
disini bersifat relatif, dapat berbeda dengan rentang waktu yang berbeda. Dapat
pula berbeda dengan lingkungan yang berbeda (Siagian, 2012: 2-4).
2. Garis Kemiskinan
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan
adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh
standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi
atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan)
lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup
dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat
digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan
sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi
pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.
3. Penyebab dan Dampak Kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
-penyebab individual, atau patologis, yang melihat
kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si
miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak
mengukur pemasukan.
-penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan
dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota
keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga.
-penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan
kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam
lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan
tetangga adalah contohnya.
-penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai
akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh
dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh
orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
-penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa
kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan
pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat
(negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang
diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau
rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000:107) sebagai
berikut :
1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya
ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi
pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah
yang terbatas dan kualitasnya rendah.
2. kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber
daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti
produktivitas juga rendah, upahnyapun rendah.
3. kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal
Sendalam ismawan (2003:102) mengutarakan bahwa
penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Akibat
keterbatasan dan ketertiadaan akses manusia mempunyai keterbatasan (bahkan
tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa
terpaksa saat ini yang dapat dilakukan (bukan apa yang seharusnya dilakukan).
Dengan demikian manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan pilihan,
akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya menjadi terhambat.
2. Dampak Kemiskinan
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya
begitu banyak dan kompleks
1. Pengangguran
Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran terbuka
tahun 2007 saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup “fantastis”
mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini. Dengan
banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan
karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan
mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran
telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan
dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat
pengeluaran rata-rata.
2. Kekerasan
Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir
ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari
nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi
seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas
pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara
mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau
sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga
dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.
3. Pendidikan
Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena
yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin
tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak
dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu
miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.Akhirnya
kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus
sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu
akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.
Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di
era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
4. Kesehatan
Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat
mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar
menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga,
biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
5. Konflik sosial bernuansa SARA
Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat
ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi
bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat
ketiadaan jaminan keadilan “keamanan” dan perlindungan hukum dari negara,
persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas
yang subjektif.
Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda
negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin.
Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi
hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun
perkotaan.
4.
Pertumbuhan Kesenjangan dan Kemiskinan
Data 1970 –
1980 menunjukkan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat
kesenjangan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan PDB/pendapatan perkapita,
semakin besar perbedaan si kaya dengan si miskin.
Penelitian di Asia Tenggara oleh
Ahuja, dkk (1997) menyimpulkan bahwa selama periode 1970an dan 198an
ketimpangan distribusi pendapatan mulai menurun dan stabil, tapi sejak awal
1990an ketimpangan meningkat kembali di LDC’s dan DC’s seperti Indonesia,
Thaliland, Inggris dan Swedia.
Janti (1997) menyimpulkan è semakin besar ketimpangan dalam distribusi pendapatan
disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan perubahan
kebijakan publik. Perubahan pasar buruh ini disebabkan oleh kesenjangan
pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besar saham pendapatan istri dalam
jumlah pendapatan keluarga.
Hipotesis Kuznetsè ada korelasi positif atau negatif yang panjang antara
tingkat pendapatan per kapita dengan tingkat pemerataan distribusi
pendapatan.
Dengan data cross sectional (antara
negara) dan time series, Simon Kuznets menemnukan bahwa relasi kesenjangan
pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita berbentuk U terbalik.
Hasil ini
menginterpretasikan: Evolusi distribusi pendapatan dalam proses transisi dari
ekonomi pedesaan ke ekonomi perkotaan (ekonomi industri) è Pada awal proses pembangunan,
ketimpangan distribusi pendapatan naik sebagai akibat proses urbanisasi dan
industrialisasi dan akhir proses pembangunan, ketimpangan menurun karena sektor
industri di kota sudah menyerap tenaga kerja dari desa atau produksi atau
penciptaan pendapatan dari pertanian lebih kecil.
Banyak studi untuk menguji hipotesis
Kuznets dengan hasil:
a. Sebagian besar mendukung hipotesis tersebut, tapi
sebagian lain menolak
b. Hubungan positif pertumbuhan ekonomi
dan distribusi pendapatan hanya dalam jangka panjang dan ada di DC’s
c. Kurva bagian kesenjangan (kiri)
lebih tidak stabil daripada porsi kesenjangan menurun sebelah kanan.
Deininger dan Squire (1995) dengan
data deret waktu mengenai indeks Gini dari 486 observasi dari 45 LDC’s dan DC’s
(tahun 1947-1993) menunjukkan indeks Gini berkorelasi positif antara tahun
1970an dengan tahun 1980an dan 1990an.
Anand dan Kanbur (1993) mengkritik
hasil studi Ahluwalia (1976) yang mendukung hipotesis Kuznets. Keduanya menolak
hipotesis Kuznets dan menyatakan bahwa distribusi pendapatan tidak dapat
dibandingkan antar Negara, karena konsep pendapatan, unit populasi dan cakupan
survey berbeda.
Ravallion dan Datt (1996)
menggunakan data India:
§ proxy dari pendapatan perkapita
dengan melogaritma jumlah produk domestik (dalam nilai riil) per orang (1951=0)
§ proxy tingkat kesenjangan adalah
indeks Gini dari konsumsi perorang (%)
Hasilnya menunjukkan tahun
1950an-1990an rata-rata pendapatan perkapita meningkat dan tren perkembangan
tingkat kesenjangan menurun (negative).
Ranis, dkk (1977) untuk China
menunjukkan korelasi negative antara pendapatan dan kesenjangan.
5. Beberapa Indikator Kesenjangan dan
Kemiskinan
Kalau diuraikan satu persatu jumlah faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup
banyak yaitu :
·
Mulai
dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas tenaga kerja)
·
Tingkat
upah neto
·
Distribusi
pendapatan
·
Kesempatan
kerja (termasuk jenis pekerjaan yang tersedia)
·
Tingkat
inflasi
·
Pajak
dan subsidi
·
Investasi
·
Alokasi
serta kualitas sda
·
Ketersediaan
fasilitas umum (seperti pendidikan dasar, kesehatan, informasi, transportasi,
listrik, air dan lokasi pemukiman)
·
Penggunaan
teknologi
·
Tingkat
dan jenis pendidikan
·
Kondisi
fisik dan alam di suatu wilayah seperti (etos kerja dan motivasi pekerja,
kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam dan peperangan).
Kalau diamati, sebagian besar dari faktor-faktor
tersebut juga mempengaruhi satu sama lain. Misalnya, tingkat pajak yang tinggi
membuat tingkat upah neto rendah dan ini bisa mengurangi motivasi kerjsa
seseorang sehingga produktivitasnya menurun selanjutnya mengakibatkan tingkat
upah netonya berkurang lagi, dan seterusnya. Jadi tidak mudah memastikan apakah
karena pajak naik atau produktivitasnya yang turun membuat pekerja jadi miskin
karena upah netonya rendah.
6. Kemiskinan di Indonesia
Krisis Ekonomi tahun 1998 memberikan
hantaman yang besar terhadap perekonomian nasional, termasuk meningkatnya angka
kemiskinan masyarakat yang naik menjadi 49,50 Juta atau sekitar 24,23 % dari
jumlah penduduk Indonesia, dari hanya 34,01 Juta (17,47 %) pada tahun 1996.
Pada tahun 2013, sekitar 28 juta penduduk hidup di bawah Rp 293.000 per
bulan.Selain itu, 68 juta penduduk hidup sedikit di atas angka tersebut.
Kejadian kecil bisa dengan mudah membuat mereka jatuh miskin, dan memang banyak
keluarga keluar-masuk dari perangkap kemiskinan.
Secara umum, angka kemiskinan Indonesia sejak 1998 – 2011 terus menurun. Penurunan tersebut tidak lepas dari upaya keras pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan melalui berbagai program pro-rakyat. Kendati belum bisa dikatakan maksimal, akan tetapi tren penurunan menunjukan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan pemerintah telah memberikan efek positif bagi peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengembangkan hak-hak dasar mereka.
Secara umum, angka kemiskinan Indonesia sejak 1998 – 2011 terus menurun. Penurunan tersebut tidak lepas dari upaya keras pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan melalui berbagai program pro-rakyat. Kendati belum bisa dikatakan maksimal, akan tetapi tren penurunan menunjukan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan pemerintah telah memberikan efek positif bagi peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengembangkan hak-hak dasar mereka.
Sepanjang satu dekade terakhir, tingkat kemiskinan dan
jumlah penduduk miskin secara nasional terus menurun. Namun demikian,
untuk mencapai target pemerintahan SBY – Boediono sebesar 8-10 persen pada
akhir tahun 2014 bukanlah pekerjaan mudah. Tahun 2010, tingkat kemiskinan adalah 13,33
persen, atau 31,02 juta Jiwa penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Dari
Maret 2009 hingga Maret 2010, 14,7 juta penduduk keluar dari garis kemiskinan,
tetapi 13.2 juta lainnya jatuh kembali ke bawah garis kemiskinan. Ini berarti
bahwa secara absolut hanya sekitar 1,5 juta penduduk yang keluar dari
kemiskinan. Kelompok individu/penduduk yang berada dekat dengan garis
kemiskinan (hampir miskin/near poor) merupakan kelompok yang rentan terhadap
berbagai goncangan (shock).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat telah membantu
mengurangi kemiskinan, dan tingkat kemiskinan turun dari 24% pada tahun 1999
menjadi 11,4% pada 2013. Tetapi tingkat penurunan kemiskinan melambat.
7. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Faktor-faktor
Penyebab Kemiskinan
Secara umum faktor-faktor penyebab kemiskinan secara kategoris dengan
menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian besar, yaitu :
1. Faktor
Internal, yang dalam hal ini berasal dari dalam individu yang mengalami
kemiskinan itu yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan,
yang meliputi :
a) Fisik
misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.
b) Intelektual,
seperti : kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya informasi.
c) Mental
emosional atau temperamental, seperti : malas, mudah menyerah dan putus asa.
d) Spiritual,
seperti : tidak jujur, penipu, serakah dan tidak displin.
e) Sosial
psikologis, seperti : kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi, stress,
kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.
f)
Keterampilan,
seperti : tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja.
g) Asset,
seperti : tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan,
kendaran dan modal kerja.
2. Faktor
Eksternal, yakni bersumber dari luar diri individu atau keluarga yang mengalami
dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya
miskin, meliputi :
a) Terbatasnya
pelayanan sosial dasar.
b) Tidak
dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat memenuhi
kebutuhan hidup.
c) Terbatasnya
lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha sektor infomal.
d) Kebijakan
perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung
serta usaha mikro.
e) Belum
terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat
banyak.
f)
Sistem
mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal, seperti
zakat.
g) Dampak
sosial negatif dari program penyesuaian struktural (structural adjusment
program).
h) Budaya yang
kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.
i)
Kondisi
geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana.
j)
Pembangunan
yang lebih berorientasi fisik material.
k) Pembangunan
ekonomi antar daerah yang belum merata.
l)
Kebijakan
publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin. (Siagian, 2012: 114-116)
8.
Kebijakan Anti Kemiskinan
Kebijakan anti kemiskinan dan distribusi pendapatan mulai muncul sebagai
salah satu kebijakan yang sangat penting dari lembga-lembaga dunia, seperti
Bank Dunia, ADB, UNDP, ILO, dan lain-lain. Pada tahun 1970, pada saat komite
dari PBB untuk Perncanaan Pembangunan menyiapkan suatu deklarasi untuk Dekade
pembangunan Kedua dari PBB, mendeklarasikan bahwa penurunan kemiskinan lewat
percepatan proses pembangunan, penyempurnaan distribusi pendapatan, dan
perubahan-perubahan sosial lainnya (kesempatan kerja, pendidikan, kesehatan,
dan perumahan) sebagai tujuan terpenting dari suatu strategi pembangunan
internasional yang tepat.
Baru-baru ini PBB mencanagkan Tujuan Pembangunan Abad Milenium “Milenium Development Goals” yang harus dicapai 191
negara anggotanya pada tahun 2015. Ada 8 target yang harus dicapai yang salah
satunya focus langsung terhadap permasalahan keiskinan. Kedelapan target
tersebut adalah sebagai berikut :
a) Meniadakan
kemiskinan dan kelaparan ekstrem
b) Mencapai
pendididkan dasar secara universal
c) Meningkatkan
kesetaraan jender dan memberdayakan wanita
d) Mengurangi
tingkat kematian anak
e) Memperbaiki
kesehatan Ibu
f)
Mengurangi
HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya
g) Menjamin
kelestarian lingkungan hidup
h) Membentuk
sebuah kerjasama global untuk pembangunan
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan, diperlukan
intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan
perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yakni jangka pendek, jangka menengah,
dan jangka panjang.
Intervensi jangka pendek, terutama
pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi perdesaan. Pembangunan
transportasi, komunikasi, energi dan keuangan, peningkatan keikutsertaan
masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan, dan proteksi sosial juga merupakan
intervensi jangka pendek yang sangat penting.
Sedangkan intervensi jangka menengah dan panjang yang
penting adalah :
a) Pembangunan/penguatan
sektor swasta
b) Kerja sama
regional
c) Manajemen
pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
d) Desentralisasi
e) Pendidikan
dan kesehatan
f)
Penyediaan
air bersih dan pembangunan perkotaan
g) Pembagian
tanah pertanian yang merata
Referensi:
Contoh soal:
1.
Suatu fakta dimana seseorang atau sekelompok orang hidup di bawah atau
lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya disebut...
a.
Kesederhanaan
b.
Kemiskinan*
c.
Garis kemiskinan
d.
Batas kemiskinan
2.
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia karena tingkat pendidikan
(keterampilan) atau kesehatan rendah atau ada hambatan budaya (budaya kemiskinan).
Adalah contoh penyebab faktor kemiskinan yang berasal dari...
a.
Berasal dari diri dalam manusia ( internal)*
b.
Berasal dari luar kemampuan seseorang (eksternal)
c.
Secara makro
d.
Secara mikro
3.
Pengangguran, Kekerasan, pendidikan rendah,konflik sosial adalah beberapa contoh dari...
a.
Dampak Kesejahteraan
b.
Dampak Kemampuan
c.
Dampak Kemiskinan*
d.
Dampak kekayan
4.
Contoh dari penyebab faktor kemiskinan secara eksternal yaitu...
a.
Intelektual
b.
Fisik (cacat)
c.
Keterampilan
d.
Terbatasnya pelayanan sosial dasar*
5.
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan,
diperlukan intervensi-intervensi pemerintah, terutama pembangunan sektor
pertanian, usaha kecil, dan ekonomi perdesaan. Pembangunan transportasi,
komunikasi, energi dan keuangan, peningkatan keikutsertaan masyarakat
sepenuhnya dalam pembangunan, dan proteksi sosial adalah contoh dari...
a.
Intervensi jangka pendek*
b.
Intervensi jangka menengah
c.
Intervensi jangka panjang
d.
Intervensi jangka umum
BAB VI
Pembangunan Ekonomi Daerah Dan Otonomi
Daerah
1.
UU Otonomi Daerah
Otonomi
daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terdapat dua nilai dasar
yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi
dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1.Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam
pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di
dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti
kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak
akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2.Nilai dasar Desentralisasi Teritorial,
dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya
sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk
melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan
desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan
penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke
pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan
kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada
Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan:
a.
Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan
sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi
federalis relatif minim;
b.
Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada
masyarakat relatif dapat lebih efektif;
Dati II adalah daerah "ujung
tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu
kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip
otonomi yang dianut adalah:
1.Nyata, otonomi secara nyata diperlukan
sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2.
Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar
pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu
menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
2.
Perubahan Penerimaan Daerah Dan Peranan Pendapatan Asli Daerah
Perubahan
atas pendapatan, terutama PAD bisa saja berlatarbelakang perilaku oportunisme
para pembuat keputusan, khususnya birokrasai di SKPD dan SKPKD. Namun, tak
jarang perubahan APBD juga memuat preferensi politik para politisi di parlemen
daerah (DPRD). Anggaran pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang
sedang berjalan karena beberapa sebab, diantaranya karena (a) tidak
terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat penyusunan anggaran, (b)
perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah, dan (c) penyesuaian
target berdasarkan perkembangan terkini.
Ada beberapa kondisi yang
menyebabkan mengapa perubahan atas anggaran pendapatan terjadi, di antaranya:
· Target pendapatan dalam APBD
underestimated (dianggarkan terlalu rendah).
· Alasan penentuan target PAD oleh SKPD
dapat dipahami sebagai praktik moral hazard yang dilakukan agency yang dalam
konteks pendapatan adalah sebagai budget minimizer.
· Jika dalam APBD “murni” target PAD underestimated,
maka dapat “dinaikkan” dalam APBD Perubahan untuk kemudian digunakan sebagai
dasar mengalokasikan pengeluaran yang baru untuk belanja kegiatan dalam APBD-P.
Kebijakan keuangan daerah
diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama
pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai
dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan
dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan demikian usaha peningkatan
pendapatan asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang Iebih luas tidak
hanya ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi daham kaitannya dengan
kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan asli daerah itu sendiri, dianggap sebagai
alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai
keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan
rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang
dikehendaki setiap daerah. (Mamesa, 1995:30)
Sebagaimana telah diuraikan
terlebih dahulu bahwa pendapatan daerah dalam hal ini pendapatan asli daerah
adalah salah satu sumber dana pembiayaan pembangunan daerah pada Kenyataannya
belum cukup memberikan sumbangan bagi pertumbuhan daerah, hal ini mengharuskan
pemerintah daerah menggali dan meningkatkan pendapatan daerah terutama sumber
pendapatan asli daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil
retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan
keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi
daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi. (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004).
3.
Pembangunan Ekonomi Regional
Secara
tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross
Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna
pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik
Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota.
Pembangunan ekonomi daerah
adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola
sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah
dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
(Lincolin Arsyad, 1999).
Tujuan utama dari
usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang
setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan,
ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk
atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
(Todaro, 2000).
Masalah pokok dalam
pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan
pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan
menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik
secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan
inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan
untuk mencipatakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan
ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah
adalah suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi –
institusi baru, pembangunan industri – industri alternatif, perbaikan kapasitas
tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi
pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan
baru.
Setiap upaya pembangunan
ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis
peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan
tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama
mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah
berserta pertisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya-sumber
daya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk
merancang dan membangun perekonomian daerah.
4.
Faktor-Faktor Penyebab Ketimpangan
Secara
umum faktor-faktor utama penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar provinsi
di Indonesia diuraikan sebagai berikut :
1. Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi
di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi dari daerah dengan konsentrasi
kegiatan ekonomoi tinggi cenderung tumbuh pesat, sedangkan daerah dengan
tingkat konsentrasi ekonomi rendah akan cenderung mempunyai tingkat pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
Ada dua masalah utama dalam pembangunan ekonomi
nasional selama ini. Yaitu : terutama Jawa, dengan berbagai alasan ekonomis
maupun politis atau strategis. Dua, yang dimaksud dengan efek menetes ke bawah
tersebut tidak terjadi atau prosesnya lambat. Hal terakhir ini disebabkan oleh
berbagai faktor, yaitu :
1. Sebagian besar input untuk berproduksi di
impor dari luar, bukanya di supali dari dari daerah. Oleh karena itu,
keterkaitan produksi ke belakang atau keterkaitan produksi antara industry
hilir (downstream industry) di Jawa dan industry hulu (upstream industry) di
luar Jawa sangat lemah.
2. Sektor-sektor primer di daerah-daerah luar
Jawa melakukan ekspor tanpa memprosesnya terlebih dahulu untuk mendapatkan
nilai mendapatkan nilai tambah atau kalau memprosesnya terlebih dahulu di pulau
Jawa sehingga Jawa yang menikmati nilai tambahnya.
3. Kegiatan ekspor yang bersumber dari daeah
di luar Jawa (baik primer maupun dari industry hulu atau midstream industry)
pada hasil ekspor lebih banyak dinikmati oleh Jawa.
Jadi, kurang berkembangnya
sector industry manufaktur di luar Jawa merupakan salah satu penyebab
kesenjagan ekonomi antar Jawa dan wilayah di luar Jawa. Sedangkan faktor-faktor
yang menyebabkan sebagian besar industry penting di Indonesia, dalam arti
kontriusinya yang besar terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB dan
kesempatan kerja, tidak berada di luar Jawa karena keterbatasan-keterbatasan di
kawasan tersebut, seperti pasar local kecil, infrastruktur terbatas, dan kurang
sumber daya manusia; walaupun banyak provinsi di wilayah tersebut, seperti DI
Aceh, Riau, Kalimantan, dan Irian Jaya, memiliki sumber daya yang cukup.
2. Alokasi Investasi
Indikator lain yang juga
menunjukkan pola serupa seperti pola distribusi nilai tambah (NT) industry
antar provinsi adalah distribusi investasi langsung, baik yang bersumber dari
luar negeri (penanaman modal asing-PMA) maupun dari dalam negeri (penanaman
modal dalam negeri-PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari
Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat investasi
dan laju pertumbuhan ekonomi, dapat dikatakan bahwa kurangnya investasi di
suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per
kapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi
yang produktif, seperti industry manufaktur.
3. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang
Rendah antar Daerah
Kurang lancarnya mobilitas
faktor produksi, seperti tenaga kerja dan capital, antar provinsi juga
merupakan terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Dasar teorinya adalah
sebagai berikut. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar provinsi membuat
terjadinya perbedaan tingkat pendapatan per kapita antar provinsi sejak
perbedaan tersebut, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output dan iput bebas
(tanpa distorsi yang direkayasa, misalnya sebagai akibat dari suatu kebijakan pemerintah),
mempenagruhi mobilitas atau re alokasi faktor produksi antar provinsi. Sesuai
teori dari A. Lewis yang dengan
unlimited supply of labor, jika perpindahan faktor produksi antar daerah tidak
ada hambatan, maka pada akhirnya pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah
akan tercapai dan semua daerah akan lebih baik (dalam pengertian Pareto
optimal: semua daerah mengalami better off).
4. Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA) Antar
Provinsi
Dasar pemikiran “klasik”
sering mengatakan bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya
alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang
miskin sumber daya alamnya. Dalam arti sumber daya harus dilihat hanya sebagai
modal awal untuk pembangunan, yang selanjutnya harus dikembangkan terus. Untuk
maksud ini diperlukan faktoro-faktor lain, diantaranya yang sangat penting
adalah teknologi dan sumber daya manusia.
Jadi, dengan semakin
pentingnya penguasaan teknologi dan peningkatan sumber daya manusia, faktor
endowments lambat laun akan tidak relevan lagi. Bukti menunjukkan bahwa
Negara-negara naju di Asia Tenggara dan Timur, seperti, Jepang, Korea Selatan,
Taiwan , dan Singapura, adalah Negara-negara yang sangat miskin sumber daya
alam. Pengalaman mereka menujukkan bahwa faktor-faktor di luar sumber daya alam
jauh lebih penting dalam menentukan maju tidaknya pembangunan ekonomi di suatu
wilayah.
5. Perbedaan Kondisi Demografis Antar Wilayah
Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia,
disebabkan oleh perbedaan kondisi demografis antar provinsi, terutama dalam hal
jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan,
kesehatan, disiplin masyarakat, dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi
tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lewat sisi permintaan dan sisi
penawaran. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan potensi
besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan
kegiatan-kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah populasi yang besar
dengan pendidikan dan kesejahteraan yang baik, disiplin yang tinggi, dan etos
kerja yang tinggi merupakan asset penting bagi produksi.
6. Kurang Lancarnya Perdagangan Antar
Provinsi
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah
(intra-regional trade) juga merupakan unsure yang turut menciptakan ketimpangan
ekonomi regional di Indonesia. Ketidaklancaran tersebut disebabkan terutama
oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi. Perdagangan antar provinsi
meliputi barang jadi, barang modal, input perantara, bahan baku, material-material
lainnya untuk produksi, dan jasa. Jadi, tidak lancarnya arus barang dan jasa
antar daerah pembangunan dan pertumuhan
ekonomi suatu provinsi lewat sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi
permintaan, kelangkaan barang dan jasa untuk konsumen mempengaruhi permintaan
pasar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi local yang sifatnya komplementer
dengan barang dan jasa tersebut (misalnya antara pembelian motor yang diimpor
dari provinsi lain dan permintaan terhadap topi pengaman (helm) yang diproduksi
local) atau yang sifatnya pendukung (misalnya bengkel atau jasa reparasi
motor). Sedangkan dari sisi penawaran, sulitnya mendapatkan barang modal,
seperti mesin dan alat-alat transportasi, input perantara, dan bahan baku atau
material lainnya, dapat menyebabkan kegiatan ekonomi di suatu provinsi lumpuh
atau tidak beroperasi secara optimal, yang selanjutnya berarti pertumbuhan
ekonomi dan tingkat pendapatan per kapita provinsi tersebut rendah
5.
Pembangunan Indonesia Bagian Timor
1. Kasus Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Hasil
pembangunan ekonomi nasional selama pemerintahan orde baru menunjukkan bahwa
walaupun secara nasional laju pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata per tahun
tinggi namun pada tingkat regional proses pembangunan selama itu telah
menimbulkan suatu ketidak seimbangan pembangunan yang menyolok antara indonesia
bagian barat dan indonesia bagian timur. Dalam berbagai aspek pembangunan
ekonomi dan sosial, indonesia bagian timur jauh tertinggal dibandingkan
indonesia bagian barat.
Tahun 2001 merupakan tahun
pertama pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan secara serentak diseluruh
wilayah indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah diharapakan dapat menjadi suatu
langkah awal yang dapat mendorong proses pembangunan ekonomi di indonesia
bagian timur yang jauh lebih baik dibanding pada masa orde baru. Hanya saja
keberhasilan pembangunan ekonomi indonesia bagian timur sangat ditentukan oleh
kondisi internal yang ada, yakni berupa sejumlah keunggunlan atau kekeuatan dan
kelemahan yang dimiliki wilayah tersebut.
2. Keunggulan wilayah Indonesia Bagian Timur
Keunggulan atau kekeuatan
yang dimiliki Indonesia bagian timur adalah sebagai berikut:
1. Kekayaan sumber daya alam
2. Posisi geografis yang strategis
3. Potensi lahan pertanian yang cukup luas
4. Potensi sumber daya manusia
3. Kelemahan Wilayah Indonesia Bagian Timur
Indonesia bagian timur juga
memiliki bagian kelemahan yang membutuhkan sejumlah tindakan pembenahan dan
perbaikan. Kalau tidak, kelemahan-kelemahan tersebut akan menciptakan ancaman
bagi kelangsungan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Kelemahan yang
dimiliki Indonesia bagian timur diantaranya adalah:
1. Kualitas sumber daya manuasia yang masih
rendah
2. Keterbatasan sarana infrastruktur
3. Kapasitas kelembagaan pemerintah dan publik
masih lemah
4. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan
masih rendah
6 . Teori dan Analisis Pembangunan
Ekonomi Daerah
Perbedaan karakteristik
wilayah berarti perbedaan potensi yang dimiliki, sehingga membutuhkan perbedaan
kebijakan untuk setiap wilayah. Untuk menunjukkan adanya perbedaan potensi ini
maka dibentuklah zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.
Zona Pengembangan Ekonomi
Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah
sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah
dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua
atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang
dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona
Pengembangan Sektor Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster
Semangka, Cluster Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi
daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun
ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan.
Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah
(ZPED), bertujuan:
1. Membangun setiap wilayah
sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
2. Menciptakan proses
pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan.
3. Memberikan peluang
pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
daerah.
Hal ini sejalan dengan
strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional
dewasa ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang
bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal
(Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam
berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal.
Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan
Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses
pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa
berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang
berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun
sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading
sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan
di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain
yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak
seimbang menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung
perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya
konsentrasi pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector)
sehingga pada akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis
kompetensi inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa produk barang
atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya.
Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan
yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya
sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi
keberhasilan bersaing suatu bisnis”.
Sedangan menurut Reeve
(1995) adalah :
“Aset yang memiliki keunikan
yang tinggi, sulit ditiru, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan yang
unik, sehingga mampu membentuk suatu kompetensi inti”.
Referensi :
Contoh soal:
1.
Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan adalah pengertian dari...
a.
Otonomi daerah*
b.
Undang undang
c.
Pembangunan ekonomi
d.
Pengembangan ekonomi
2.
Anggaran pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang
berjalan karena beberapa sebab, diantaranya karena...
a.
Target pendapatan dalam APBD underestimated (dianggarkan terlalu rendah)
b.
Tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat penyusunan
anggaran, perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah, dan
penyesuaian target berdasarkan perkembangan terkini*
c.
Perbedaan geografis antar wilayah
d.
Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapat dipahami sebagai praktik
moral hazard yang dilakukan agency yang dalam konteks pendapatan
3.
proses yang mencakup pembentukan institusi – institusi baru, pembangunan
industri – industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk
menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru,
alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru adalah
pengertian dari...
a. Otonomi daerah
b. Undang undang
c. Pembangunan ekonomi*
d. Pengembangan ekonomi
4.
- Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah
-Alokasi investasi
-Tingkat Mobilitas Faktor
Produksi yang Rendah antar Daerah
- Perbedaan
Sumber Daya Alam (SDA) Antar Provinsi
Faktor-faktor diatas adalah
faktor yang mempengaruhi penyebab...
a.
Pembangunan ekonomi
b.
Kesenjangan sosial
c.
Ketimpangan ekonomi*
d.
Kemiskinan
5.
kapan pertama pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan secara serentak
diseluruh wilayah indonesia...
a.
2001*
b.
2002
c.
2003
d.
2004
BAB VI
Sektor Pertanian
1. Sektor Pertanian di Indonesia
Struktur perekonomian
Indonesia tentang bagaimana arah kebijakan perekonomian Indonesia merupakan isu
menarik. Gagasan mengenai langkah-langkah perekonomian Indonesia menuju era
industrialisasi, dengan mempertimbangkan usaha mempersempit jurang ketimpangan
sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan
kiranya perlu kita evaluasi kembali sesuai dengan konteks kekinian dan
tantangan perekonomian Indonesia di era globalisasi Tantangan perekonomian di
era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek
dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia
mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk
yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini
menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah
perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan
rakyatnya.
Potensi bidang pertanian Indonesia
Seiring dengan transisi
(transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan.
Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah
produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar
Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk
bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk
tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga
bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis
semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan
beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif
stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air
yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta
saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki
juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina
karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan
dari pegunungan ke lahan pertanian.Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita
hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan
di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung
dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif
solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya
produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun,
kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian
Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan
arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.
Struktur tenaga kerja kita
sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS
2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05
persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari
1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan
restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar
untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar
3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan
konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya
memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu
masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi,
perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi. Data ini juga menunjukkan
peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga
kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan
di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua
strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat Indonesia di masa depan.
Strategi pertama adalah
melakukan revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian, dan
pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru
bagi masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti
ketersediaan pupuk dan sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam
meningkatkan produktivitasnya, perlu dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini
adalah insentif bagi petani untuk tetap
mempertahankan usahanya dalam pertanian. Karena tanpa keberpihakan ini akan
semakin banyak tenaga kerja dan lahan yang akan beralih ke sektor-sektor lain
yang insentifnya lebih menarik.
2. Nilai Tukar Petani
1. Pengertian umum :
· NTP merupakan indikator proxy kesejahteraan
petani
· NTP merupakan perbandingan antara Indeks harga yg diterima petani (It)
dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib).
2.
Arti Angka NTP :
·NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksi naik
lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar
dari pengeluarannya.
·NTP = 100, berarti petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga
produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi.
Pendapatan petani sama dengan pengeluarannya.
·NTP< 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi
relatif lebih kecil dibandingkan dengan
kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun, lebih kecil dari
pengeluarannya.
3. Kegunaan dan Manfaat
·Dari Indeks Harga Yang Diterima Petani (It), dapat dilihat fluktuasi
harga barang- barang yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga sebagai
data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian.
·Dari Indeks Harga Yang Dibayar Petani (Ib), dapat dilihat fluktuasi
harga barang- barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar
dari masyarakat di pedesaan, serta fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk
memproduksi hasil pertanian. Perkembangan Ib juga dapat menggambarkan
perkembangan inflasi di pedesaan.
·NTP mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual
petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam produksi dan konsumsi rumah
tangga.
·Angka NTP menunjukkan tingkat daya saing produk pertanian dibandingkan
dengan produk lain. Atas dasar ini upaya produk spesialisasi dan peningkatan
kualitas produk pertanian dapat dilakukan.
4. Cakupan Komoditas
·Sub Sektor Tanaman Pangan
seperti: padi, palawija
·Sub Sektor Hortikultura seperti : Sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman
hias & tanaman obat-obatan
·Sub Sektor Tanaman Perkebunan Rakyat (TPR) seperti: kelapa, kopi
robusta, cengkeh, tembakau, dan kapuk odolan. Jumlah komoditas ini juga bervariasi
antara daerah
· Sub Sektor Peternakan seperti : ternak besar (sapi, kerbau), ternak
kecil (kambing, domba, babi, dll), unggas (ayam, itik, dll), hasil-hasil ternak
(susu sapi, telur, dll)
· Sub Sektor Perikanan, baik
perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.
3. Investasi di Sektor Pertanian
Sektor pertanian masih
memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Setidaknya ada empat hal
yang dapat dijadikan alasan. Pertama, Indonesiamerupakan negara berkembang yang
masih relatif tertinggal dalam penguasaan Iptekmuktahir serta masih menghadapi
kendala keterbatasan modal, jelas belum memiliki keunggulan kompratif
(comparative advantage)pada sektor ekonomi yang berbasis Iptek dan padat modal.
Oleh karena itu pembangunan ekonomi Indonesia sudah selayaknya dititik beratkan
pada pembangunan sektor-sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya alam,
padat tenaga kerja, dan berorientasi pada pasar domestik.Dalam hal ini, sektor
pertanianlah yang paling memenuhi persyaratan.
Kedua, menurut proyeksi penduduk
yang dilakukan oleh BPS penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 228-248 juta
jiwa pada tahun 2008-2015. Kondisi ini merupakan tantangan berat sekaligus
potensi yang sangat besar, baik dilihat dari sisi penawaran produk (produksi)
maupun dari sisi permintaan produk (pasar) khususnya yang terkait dengan
kebutuhan pangan.
Ketiga, sektor pertanian
tetap merupakan salah satu sumber pertumbuhan output nasional yang penting.
Keempat, sektor pertanian memiliki karakteristik yang unik khususnya dalam hal
ketahanan sektor ini terhadap guncangan struktural dariperekonomian
makro.Mengingat pentingnya peranan sektor pertanian dalamperekonomian nasional
tersebut sudah seharusnya kebijakan-kebijakan negara berupa kebijakan fiskal,
kebijakan moneter, serta kebijakan perdagangan tidak mengabaikanpotensi sektor
pertanian. Bahkan dalam beberapa kesempatan Presiden SusiloBambang Yudhoyono
menyampaikan pentingnya sektor pertanian dengan menempatkan revitalisasi
pertanian sebagai satu dari strategi tiga jalur(triple track strategy) untuk
memulihkan dan membangun kembali ekonomi Indonesia.
Salah satu tantangan utama
dalam menggerakan kinerja dan memanfaatkan sektor pertanian ini adalah modal
atau investasi. Pengembangan investasi di sektor pertanian diperlukan untuk
dapat memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan
petani, serta pengembangan wilayah khususnya wilayah
perdesaan.(Indra,2008)Menurut Soetrisno dan Kalangi (2006) menyatakan bahwa
sektor pertanianhanya akan mampu mengangkat kesejahteraan petani kalau
produktivitas pertanianditingkatkan. Produktivitas bukan semata pada output
fisik/ satuan input, akan tetapi pada nilai tambah. Untuk itu diperluakan
beberapa hal, yaitu :
1) peningkatan kepadatan
investasi per satuan luas atau unit usaha pertanian,
2) mengadakan restrukturisasi usaha pertanian menuju skala yang
kompetitif dan mendukung kemandirian ekonomi dan dapat dijalankan dalam skala
individual dan kelompok/koperasi/ perusahaan,
3) kembalikan pola pertanian dengan model kesatuan yang terkait dengan
industri pengolahan dan ekspor
4) perlu adanyareorientasi
kebijakan bahwa tujuan pembangunan pertanian adalah
kesejahteraanpetani.Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris.
Oleh karena itu, mayoritas
penduduknya bergantung pada sektor pertanian. Sehingga untuk
pengembanganpertanian secara menyeluruh tentu dibutuhkan jumlah investasi yang
besar. Tanpa adanya investasi yang besar dalam pengembangan infrastruktur
penunjang serta peningkatan kualitas produk pertanian maka akan sulit bagi
Indonesia untuk bersaingdengan negara lain di sektor ini.
4. Keterkaitan Pertanian dengan Industri
Manufaktur
Salah satu penyebab
krisis ekonomi => kesalahan
industrialisasi yg tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju
pertumbuhan sector pertanian (+) walaupu kecil, sedangkan industri manufaktur
(-). Jepang, Taiwan & Eropa dlm memajukan industri manufaktur diawali dg
revolusi sector pertanian.
Alasan sector pertanian harus kuat dlm
proses industrialisasi:
-Sektor pertanian kuat => pangan terjamin => tdk ada lapar=> kondisi sospol stabil
-Sudut Permintaan => Sektor pertanian kuat => pendapatan riil
perkapita naik => permintaan oleh
petani thd produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur berkembang
& output industri menjadi input sektor pertanian
-Sudut Penawaran => permintaan produk pertanian sbg bahan baku
oleh industri manufaktur.
Kelebihan output siktor pertanian
digunakan sbg sb investasi sektor industri manufaktur spt industri kecil
dipedesaan. Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor pertanian dam
industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat bergantung
kepada barang impor.
Referensi:
Contoh
Soal:
1.
Kegunaan NTP
yaitu...
a.
Untuk mengukur
kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani
dalam produksi dan konsumsi rumah tangga.*
b.
Sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan
sektor pertanian.
c.
Menunjukkan
tingkat daya saing produk pertanian dibandingkan dengan produk lain. Atas dasar
ini upaya produk spesialisasi dan peningkatan kualitas produk pertanian dapat
dilakukan.
d.
Untuk memproduksi
hasil pertanian.
2.
NTP< 100
yaitu...
a.
Berarti petani
mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga
barang konsumsinya. Pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya.*
b.
Berarti petani
mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga
konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya.
c.
berarti petani
mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase
kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan
pengeluarannya.
d.
berarti petani
mengalami non balance. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan
persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi.
3.
Contoh cakupan
komoditas Sub Sektor Hortikultura adalah...
a.
Padi, palawija.
b.
kelapa, kopi
robusta, cengkeh, tembakau.
c.
ternak besar
(sapi, kerbau), ternak kecil (kambing, domba, babi, dll), unggas (ayam, itik,
dll).
d.
Sayur-sayuran,
buah-buahan, tanaman hias & tanaman obat-obatan.*
4.
Salah satu
penyebab krisis ekonomi yang terlihat bahwa laju pertumbuhan sector pertanian
bertambah walaupu kecil, sedangkan industri manufaktur menurun adalah...
a.
Kesalahan
industrialisasi yg tidak berbasis sosial
b.
kesalahan
industrialisasi yg tidak berbasis pertanian.*
c.
kesalahan
industrialisasi yg tidak berbasis perternakan.
d.
kesalahan
industrialisasi yg tidak berbasis budaya.
5.
Manfaat dan
kegunaan dari Indeks Harga Yang Diterima Petani (It) adalah...
a.
Dapat dilihat
fluktuasi harga barang- barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan
bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan, serta fluktuasi harga barang yang
diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Perkembangan Ib juga dapat
menggambarkan perkembangan inflasi di pedesaan.
b. Untuk mengukur kemampuan tukar produk
yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam produksi dan
konsumsi rumah tangga.
c.
Dapat dilihat
fluktuasi harga barang- barang yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan
juga sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian.*
d. Menunjukkan tingkat daya saing produk
pertanian dibandingkan dengan produk lain. Atas dasar ini upaya produk
spesialisasi dan peningkatan kualitas produk pertanian dapat dilakukan.
BAB
VIII
Industri di Indonesia
1. Konsep Dan Tujuan Industrilialisasi
Industrialisasi ialah suatu proses interakasi antara
perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin
pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa negara dengan penduduk sedikit dan kekayaan
alam meilmpah seperti Kuwait dan Libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi
tanpa industrialisasi.
Awal konsep industrialisasi revolusi industry abad 18
di Inggris adalah dalam pemintalan dan produksi kapas yang menciptakan
spesialisasi produksi.selanjutnya penemuan baru pada pengolahan besi dan mesin
uap sehingga mendorong inovasi baja,dan begitu seterusnya,inovasi-inovasi bar
uterus bermunculan.industri merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk
menjamin pertumbuhan ekonomi.
Tujuan industrialisasi itu sendiri adalah untuk
memajukan sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap Negara,dengan didukung
oleh sumber daya manusia yang berkualitas,dengan industrialisasi ini
maka,Negara berkembanga yang mampu memanfaatkannya dengan baik,maka akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara tersebut.
2. Faktor-Faktor Pendorong Industrilialisasi
Faktor pendorong industrialisasi (perbedaan intesitas
dalam proses industrialisasi antar negara) :
1)Kemampuan teknologi dan inovasi;
2)Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita;
3)Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri.
Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen,
kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses
industrialisasi lebih cepat
4) Besar
pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk.
Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi
5) Ciri
industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap
implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
6)
Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat
dalam industrialisasi
7)
Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk
bagi industri orientasi ekspor.
3 . Perkembangan Sektor Industri Manufaktur
Nasional
Sektor industri manufaktur di banyak Negara berkembang
mengalami perkembangan sangat pesat
dalam tiga decade terakhir. Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan
sebagai kasus istimewa. Lebih dari 25 tahun terakhir, dijuluki a miraculous
economic karena kinerja ekonominya sangat hebat. Dari 1970 hinga 1995, industri
manufaktur merupakan contributor utama. Untuk melihat sejauh mana perkembangan
industry manufaktur di Indonesia selama ini, perlu dilihat perbandingan
kinerjanya dengan sector yang sama di Negara-negara lain. Dalam kelompok ASEAN,
misalnya kontribusi output dari sector industry manufaktur terhadap pembentukan PDB di Indonesia masih relative
kecil, walaupun laju pertumbuhan output rata-ratanya termasuk tinggi di
Negara-negara ASEAN lainnya. Struktur ini menandakan Indonesia belum merupakan
Negara dengan tingkat industrialisasi yang tinggi dibandingkan Malaysia dan
Thailand.
4 . Permasalahan
dalam Industri Manufaktur
Secara
umum, industry manufaktur di Negara-negara berkembang masih terbelakang jika
dibandingkan dengan sector yang sama di Negara maju, walaupun di
Negara-negara berkembanga ada
Negara-negara yang industrinya sudah sangat maju. Dalam kasus Indonesia, UNIDO
(2000) dalam studinya mengelompokkan masalah yang dihadapi industry manufaktur
nasional ke dalam 2 kategori, yaitu kelemahan yang bersifat structural dan yang
bersifat organisasi. Kelemahan-kelemahan structural di antaranya:
1. Basis ekspor dan pasarnya
yang sempit
a. Empat produk, yakni kayu
lapis, pakaian jadi, tekstil dan alas kaki memiliki pangsa 50% dari nilai total
manufaktur
b. Pasar
tekstil dan pakaian jadi sangat terbatas
c. Tiga Negara (US, Jepang
dan Singapura), menyerap 50% dari total ekspor manufaktur Indonesia, sementara
US menyerap hampir setengah total nilai ekspor tekstil dan pakaian jadi
d.
Sepuluh produk menyumbang 80% seluruh hasil ekspor manufaktur
e. Banyak produk manufaktur
padat karya yang terpilih sebagai produk unggulan Indonesia mengalami penurunan
harga di pasar dunia akibat persaingan ketat
f. Banyak produk manufaktur
yang merupakan ekspor tradisional Indonesia mengalami penurunan daya saing
2. Ketergantungan impor yang
sangat tinggi
3. Tidak adanya industry
berteknologi menengah
4. Konsentrasi regional
Kelemahan-kelemahan organisasi, di antaranya:
1. Industry skala kecil dan
menengah (IKM) masih underdeveloped
2. Konsentrasi pasar
3. Lemahnya kapasitas untuk
menyerap dan mengembangkan teknologi
4. Lemahnya SDM
5 . Strategi Pembangunan Sektor Industri
Startegi pelaksanaan industrialisasi:
1. Strategi substitusi impor (Inward
Looking).
Bertujuan mengembangkan
industri berorientasi domestic yang dapat menggantikan produk impor. Negara
yang menggunakan strategi ini adalah Korea Taiwan
Pertimbangan menggunakan
strategi ini:
§ Sumber daya alam & Faktor produksi cukuo
tersedia
§ Potensi permintaan dalam negeri memadai
§ Sebagai pendorong perkembangan industri
manufaktur dalam negeri
§ Kesempatan kerja menjadi luas
§ Pengurangan ketergantungan impor, shg defisit
berkurang
2. Strategi promosi ekspor (outward Looking)
Beorientasi ke pasar
internasional dalam usaha pengembangan industri
dalam negeri yang memiliki keunggulan bersaing.
Rekomendasi agar strategi
ini dapat berhasil :
§ Pasar harus menciptakan sinyal harga yang
benar yang merefleksikan kelangkaan
barang ybs baik pasar input
maupun output
§ Tingkat proteksi impor harus rendah
§ Nilai tukar harus realistis
§ Ada insentif untuk peningkatan ekspor
Referensi:
Contoh Soal:
1.
Awal konsep
industrialisasi revolusi industry di Inggris dalam pemintalan dan produksi
kapas yang menciptakan spesialisasi produksi berlangsung pada abad...
a.
Abad 16
b.
Abad 17
c.
Abad 18*
d.
Abad 19
2.
Memajukan sumber
daya alam yang dimiliki oleh setiap Negara,dengan didukung oleh sumber daya
manusia yang berkualitas,dengan industrialisasi ini maka,Negara berkembanga
yang mampu memanfaatkannya dengan baik,maka akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi Negara tersebut, adalah bagian dari...
a.
Pengertian industrialisasi
b.
Ciri
industrialisasi
c.
Manfaat industrialisasi
d.
Tujuan
industrialisasi*
3.
Dalam studinya
mengelompokkan masalah yang dihadapi industry manufaktur nasional ke dalam 2
kategori, yaitu kelemahan yang bersifat...
a.
bersifat
structural dan yang bersifat organisasi.*
b.
bersifat musiman
dan yang bersifat pengelompokan
c.
bersifat structural
dan yang bersifat fiksional
d.
bersifat individu
dan yang bersifat organisasi
4.
-Kemampuan
teknologi dan inovasi;
-Laju
pertumbuhan pendapatan nasional per kapita;
-Kondisi
dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri
dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin
alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
Ciri-ciri diatas adalah faktor terjadinya...
a.
Revolusi industri
b.
Industrialisasi*
c.
Pembangunan
sektor industri
d.
Pembangunan sektor
industri manufaktor
5.
Strategi pembangunan
sektor industri yang beorientasi ke pasar internasional dalam usaha
pengembangan industri dalam negeri yang
memiliki keunggulan bersaing adalah...
a.
Strategi promosi
ekspor (outward Looking)*
b.
Basis ekspor dan
pasarnya yang sempit
c.
Strategi
substitusi impor (Inward Looking)
d.
Strategi
substitusi impor dan ekspor (Inward and outward Looking)